Karena jalan yang lurus itu adalah hanya dengan mengikuti Sunnah Nabi

Sabtu, 25 Agustus 2012

Imam Syafi’i Rahimahullah Ngalap Berkah di Kuburan Imam Abu Hanifah Rahimahullah

06.54 Posted by Unknown No comments

Sengketa tanah di area pemakaman Habib Hasan bin Muhammad al-Haddad alias Mbah Priok, di Jakarta Utara, (29 Robi’uts Tsani 1431), berubah menjadi pertikaian berdarah. Lebih dari seratus orang, baik dari warga maupun petugas Satpol PP dan Polisi mengalami luka-luka, bahkan ada beberapa yang tewas.
Konon pada abad ke-18, Mbah Priok dikenal sebagai penyebar ajaran agama Islam di Batavia. Sosoknya sangat dihormati. Hingga sekarang kuburannya pun kerap diziarahi. Tatkala tokoh yang mereka hormati diusik, kemarahan mereka laksana bensin yang tersulut percikan api, mudah terbakar.
Kita semua menyayangkan tragedi ini terjadi. Kita harus mengambil pelajaran agar peristiwa semisal tidak terulang kembali. Di antara pelajaran yang sangat penting sekali, bahwasanya sikap pengagungan kaum muslimin kepada kuburan yang dikeramatkan sedemikian kuatnya, sehingga mereka rela mengorbankan jiwa guna mempertahankannya. Bagaimanakah sebenarnya hukum ‘ngalap’ berkah dengan kuburan? Inilah yang akan kita bahas dalam kajian kita melalui rubrik Kisah Tak Nyata tentang Imam Syafi’i.
Dikisahkan bahwa Imam Syafi’i pernah mengatakan, “Saya ngalap berkah dengan Abu Hanifah. Aku mendatangi kuburannya setiap hari. Apabila aku ada hajat, maka aku pergi ke kuburannya, sholat dua rakaat dan berdoa di sisi kuburan Abu Hanifah, kemudian tak lama dari itu Allah mengabulkan doaku.”

Takhrij dan Derajat Kisah

BATHIL. Kisah ini dicantumkan oleh al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, 1:123 dari jalur Umar bin Ishaq bin Ibrohim dari Ali bin Maimun dari asy-Syafi’i.
Riwayat ini adalah lemah, bahkan bathil, karena Umar bin Ishaq tidak dikenal dan tidak disebutkan dalam kitab-kitab perawi hadis.
Kisah ini adalah kedustaan yang amat nyata. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Ini adalah kedustaan yang sangat nyata bagi orang yang mengerti ilmu hadis… Orang yang menukil kisah ini hanyalah orang yang sedikit ilmu dan agamanya.” Ibnu Qoyyish juga berkata, “Kisah ini termasuk kedustaan yang sangat nyata.” Dalam kitab Tab’id Syaithon dijelaskan: “Adapun cerita yang dinukil dari Imam Syafi bahwa beliau biasa pergi ke kuburan Abu Hanifah, maka itu adalah kisah dusta yang amat nyata.” Maka janganlah engkau dengarkan apa yang dikatakan oleh al-Kautsari bahwa sanad kisah ini adalah shohih, karena ini adalah termasuk kesalahannya.

Bukti-bukti Kebathilan Kisah

Beberapa bukti yang menguatkan kedustaan kisah ini adalah sebagai berikut.
  1. Tatkala imam Syafi’i datang ke Baghdad, di sana tidak ada kuburan yang biasa didatangi untuk berdoa.
  2. Imam Syafi’i telah melihat di Hijaz, Yaman, Syam, Iraq, Mesir, kuburan-kuburan para Nabi, sahabat dan tabi’in dimana mereka lebih utama daripada Abu Hanifah. Lantas, mengapa beliau hanya pergi ke kuburan Abu Hanifah saja?
  3. Dalam kitabnya Al-Umm, 1:278, Imam Syafi’i telah menegaskan bahwa beliau membenci pengagungan kubur karena khawatir fitnah dan kesesatan. Maksud beliau dengan pengagungan kubur yaitu sholat dan berdoa di sisinya. Lantas, apakah mungkin beliau menyelisihi ucapannya sendiri?!
  4. Hal yang menguatkan bathilnya kisah ini adaah pengingkaran Imam Abu Hanifah terhadap meminta-minta kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kitab Ad-Durr al-Mukhtar dan kitab-kitab Hanafiyyah sering dinukil ucapan dan kitab-kitab Hanafiyyah sering dinukil ucapan Imam Abu Hanifah, “Saya membenci seorang meminta kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” “Tidak boleh bagi seorang pun meminta kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tetapi justru kepada-Nya saja.”
Dan tidak ragu lagi bahwa Imam syafi’i mengetahui pendapat Abu Hanifah ini. Lantas, bagaimana mungkin beliau bertawassul kepadanya padahal ia tahu bahwa Abu Hanifah membenci dan mengharamkannya? Sama sekali tidak masuk akal. Bahkan hal itu akan membuat murka Imam Abu Hanifah.
Jadi semua itu adalah mustahil, kedua Imam ini berlepas diri dari kisah dusta tersebut. Namun apa yang kita katakan kepada para pendusta?! Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita mengadu. Ya Allah Subhanahu wa Ta’ala, kami berlepas diri dari apa yang mereka perbuat.”

Memahami Masalah Tabarruk

Kisah ini dijadikan dalil oleh sebagian kalangan untuk melegalkan ngalap berkah yang tidak disyariatkan. Seperti ngalap berkah kepada kuburan-kuburan orang sholih. Oleh karenanya, masalah tabarruk akan kami singgung secara singkat.
Ketahuilah wahai saudaraku bahwa sesungguhnya tabarruk atau yang biasa disebut dengan ngalap berkah ada dua macam:
  1. Tabarruk masyru’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang disyariatkan. Seperti Alquran, air zam-zam, bulan Ramadhan dan sebagainya. Akan tetapi tidak boleh ber-tabarruk dengan hal-hal tersebut kecuali sesuai syariat dan dengan niat bahwa hal itu hanyalah sebab, sedangkan yang memberikan barokah adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barokah itu (bersumber) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
  2. Tabarruk Mammu’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang tidak disyariatkan.
Hakumnya tidak boleh, seperti tabarruk dengan pohon, ‘batu ajaib’, kuburan, dzat kyai, dan lain sebagainya.
Yakinlah bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak madharat kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Simaklah ucapan Amirul mukminin Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu tatkala berkata ketika mencium hajar aswad:
“Saya tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan bahaya atau manfaat. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu maka saya tidak menciummu.”
Imam Ibnul Mulaqqin berkata tentang atsar di atas, “Ucapan ini merupakan pokok dan landasan yang sangat agung dalam masalah ittiba (mengikuti) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sekalipun tidak mengetahui alasannya, serta meninggalkan ajaran jahiliyyah berupa pengagungan terhadap patung dan batu. Karena memang tidak ada yang dapat memberikan manfaat dan menolak bahaya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Sedangkan batu tidak bisa memberikan manfaat, lain halnya dengan keyakinan kaum jahiliyyah terhadap patung-patung mereka. Maka Umar radhiallahu ‘anhu ingin memberantas anggapan keliru tersebut yang masih melekat dalam benak manusia.”
Jenis tabarruk ini telah diingkari secara keras oleh para ulama Syafi’iyyah. Menarik sekali dalam masalah ini apa yang telah dikisahkan bahwa tatkala ada berita kepada Imam Syafi’i, bahwa sebagian orang ada yang ber-tabarruk dengan peci Imam Malik, maka serta-merta beliau mengingkari perbuatan itu.
Imam Nawawi berkata, “Barangsiapa yang terbesit dalam hatinya, bahwa mengusap-usap dengan tangan dan semisalnya lebih mendatangkan barokah, maka hal itu menunjukkan kejahilannya dan kelalaiannya. Karena barokah itu hanyalah yang sesuai dengan syariat. Bagaimanakah mencari keutamaan dengan menyelisihi kebenaran?!”
Al-Ghozali juga berkata, “Sesungguhnya mengusap-usap dan menciumi kuburan merupakan adat istiadat kaum Yahudi dan Nasrani.”
Demikianlah ketegasan para ulama Syafi’iyyah. Bandingkanlah hal ini dengan fakta yang ada pada kaum muslimin sekarang!! Berikut ini dua kisah nyata tentang fakta di lapangan sekarang, kemudian saya serahkan komentar dan hukumnya kepada para pembaca sekalian.

Pertama: Kisah yang dibawakan oleh Ustadz Abdullah Zaen. Beliau pernah bercerita, “Ketika penulis diberi kesempatan ke Kota Martapura, sebagian kaum muslimin di sana dengan penuh keprihatinan bercerita, ‘Kira-kira 1 bulan setelah guru Ijay dimakamkan, nisan di atas kuburannya hampir ambruk. Pasalnya setiap hari puluhan atau ratusan orang berziarah berebut menciumi dan mengusap-usap nisan tersebut!!” Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita mengadu kejahilan sebagian kau muslimin tersebut.
Kedua: Kisah yang dibawakan oleh Ustadz Muhammad Arifin Badri, “Saya pernah mendengar penuturan salah seorang kawan saya sendiri dan kisah ini adalah kisah yang ia alami secara langsung. Kawan saya berasal dari salah satu pondok pesantren di kota Jombang, Jawa Timur. Pada suatu hari ia diajak oleh bibinya berkunjung ke daerah Nganjuk –Jawa Timur- untuk mengunjungi seorang wali. Setibanya di rumah wali itu, dia dipersilahkan masuk ke ruang tamu laki-laki, sedangkan bibinya dipersilahkan masuk ke ruang tamu wanita.
Sepulang dari rumah wali itu, bibinya berkata, ‘Wah, tadi di ruang wanita, saya menyaksikan beberapa wali, di antaranya ada wali laki-laki yang keluar menemui kita dengan telanjang bulat dan tidak sehelai benang pun menempel di badannya. Setelah berada di tengah-tengah ruangan, wali telanjang itu disodori sebatang rokok oleh sebagian pelayannya. Ia pun mulai mengisap rokok, dan baru beberapa isapan rokoknya dicampakkan ke lantai.
Melihat puntung rokok tergeletak di lantai itu, ibu-ibu yang sedang berada di ruang tamu berebut memungutnya. Setelah seorang ibu berhasil mendapatkannya ia langsung memerintahkan anaknya yang masih kecil untuk ganti mengisap puntung rokok tersebut. Alasannya agar mendapatkan keberkahan sang wali dan menjadi anak pandai’.” Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita mengadu kejahilan sebagian kaum muslimin tersebut.
Demikianlah pembahasan singkat tentang masalah ini. Semoga bermanfaat bagi semuanya. Amin.

Oleh: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 11 Tahun Ke-9 1431 H/2010 M
Artikel www.KisahMuslim.com

Abu Sulaiman Ad-Darani Dibangunkan Oleh Seorang Bidadari

06.47 Posted by Unknown No comments

Dia meriwayatkan kisah ini kepada Ahmad bin Abu Hawari, “Ketika aku sedang sujud, tiba-tiba saya terserang ngantuk. Tanpa aku duga, beberapa orang bidadari membangunkan aku dengan kakinya.

Bidadari itu berkata, ‘Wahai kekasihku, apakah kamu masih akan tidur sementara para malaikat mengawasi orang-orang yang bangun untuk melaksanakan tahajud (qiyamul lail). Sungguh celaka mata yang lebih senang tidur daripada berjaga untuk bermunajat kepada Allah Yang Mahamulia. Bangunlah, sebentar lagi orang-orang yang mencintai Allah akan saling bertemu. Tidur macam apa ini? Wahai kekasihku dan permata hatiku, Apakah kamu masih juga akan tidur sementara aku menemanimu dalam keheningan malam ini sejak tadi.’

Seketika itu aku melompat, bangun dengan bercucuran keringat karena rasa maluku terhadap celaan bidadari tersebut. Dan sungguh keindahan ucapannya senantiasa terasa dalam hati dan pendengaranku.”

Sumber: 99 Kisah Orang Shalih (alsofwah.or.id)
Artikel www.KisahMuslim.com

Sabtu, 18 Agustus 2012

MAKNA IDUL FITHRI/ADHA

18.09 Posted by Unknown No comments

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

Pada setiap kali menjelang Idul Fithri seperti sekarang ini (Ramadhan 1433H) atau tepat pada hari rayanya, seringkali kita mendengar dari para Khatib (penceramah/muballigh) di mimbar menerangkan, bahwa Idul Fithri itu maknanya -menurut persangkaan mereka- ialah "Kembali kepada Fitrah", Yakni : Kita kembali kepada fitrah kita semula (suci) disebabkan telah terhapusnya dosa-dosa kita.

Penjelasan mereka di atas, adalah batil baik ditinjau dari jurusan lughoh/bahasa ataupun Syara'/Agama. Kesalahan mana dapat kami maklumi -meskipun umat tertipu- karena memang para khatib tersebut (tidak semuanya) tidak punya bagian sama sekali dalam bahasan-bahasan ilmiyah. Oleh karena itu wajiblah bagi kami untuk menjelaskan yang haq dan yang haq itulah yang wajib dituruti Insya Allahu Ta'ala.

Kami berkata :

Pertama :
"Adapun kesalahan mereka menurut lughoh/bahasa, ialah bahwa lafadz Fithru/ Ifthaar" artinya menurut bahasa : Berbuka (yakni berbuka puasa jika terkait dengan puasa). Jadi Idul Fithri artinya "Hari Raya berbuka Puasa". Yakni kita kembali berbuka (tidak puasa lagi) setelah selama sebulan kita berpuasa. Sedangkan "Fitrah" tulisannya sebagai berikut [Fa-Tha-Ra-] dan [Ta marbuthoh] bukan [Fa-Tha-Ra]".

Kedua :
"Adapun kesalahan mereka menurut Syara' telah datang hadits yang menerangkan bahwa "Idul Fithri" itu ialah "Hari Raya Kita Kembali Berbuka Puasa".

"Artinya :Dari Abi Hurairah (ia berkata) : Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda. "Shaum/puasa itu ialah pada hari kamu berpuasa, dan (Idul) Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka. Dan (Idul) Adlha (yakni hari raya menyembelih hewan-hewan kurban) itu ialah pada hari kamu menyembelih hewan".

[Hadits Shahih. Dikeluarkan oleh Imam-imam : Tirmidzi No. 693, Abu Dawud No. 2324, Ibnu Majah No. 1660, Ad-Daruquthni 2/163-164 dan Baihaqy 4/252 dengan beberapa jalan dari Abi Hurarirah sebagaimana telah saya terangkan semua sanadnya di kitab saya "Riyadlul Jannah" No. 721. Dan lafadz ini dari riwayat Imam Tirmidzi]

Dan dalam salah satu lafadz Imam Daruquthni :

"Artinya : Puasa kamu ialah pada hari kamu (semuanya) berpuasa, dan (Idul) Fithri kamu ialah pada hari kamu (semuanya) berbuka".

Dan dalam lafadz Imam Ibnu Majah :

"Artinya : (Idul) Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka, dan (Idul) Adlha pada hari kamu menyembelih hewan".

Dan dalam lafadz Imam Abu Dawud:

"Artinya : Dan (Idul) Fithri kamu itu ialah pada hari kamu (semuanya) berbuka, sedangkan (Idul) Adlha ialah pada hari kamu (semuanya) menyembelih hewan".

Hadits di atas dengan beberapa lafadznya tegas-tegas menyatakan bahwa Idul Fithri ialah hari raya kita kembali berbuka puasa (tidak berpuasa lagi setelah selama sebulan berpuasa). Oleh karena itu disunatkan makan terlebih dahulu pada pagi harinya, sebelum kita pergi ke tanah lapang untuk mendirikan shalat I'ed. Supaya umat mengetahui bahwa Ramadhan telah selesai dan hari ini adalah hari kita berbuka bersama-sama. Itulah arti Idul Fithri artinya ! Demikian pemahaman dan keterangan ahli-ahli ilmu dan tidak ada khilaf diantara mereka.

Bukan artinya bukan "kembali kepada fithrah", karena kalau demikian niscaya terjemahan hadits menjadi : "Al-Fithru/suci itu ialah pada hari kamu bersuci". Tidak ada yang menterjemahkan dan memahami demikian kecuali orang-orang yang benar-benar jahil tentang dalil-dalil Sunnah dan lughoh/bahasa.

Adapun makna sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa puasa itu ialah pada hari kamu semuanya berpuasa, demikian juga Idul Fithri dan Adlha, maksudnya : Waktu puasa kamu, Idul Fithri dan Idul Adha bersama-sama kaum muslimin (berjama'ah), tidak sendiri-sendiri atau berkelompok-kelompok sehingga berpecah belah sesama kaum muslimin seperti kejadian pada tahun ini (1433H/2012M).

Imam Tirmidzi mengatakan -dalam menafsirkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di atas- sebagian ahli ilmu telah menafsirkan hadits ini yang maknanya :

"Artinya : Bahwa shaum/puasa dan (Idul) Fithri itu bersama jama'ah dan bersama-sama orang banyak".

Semoga kaum muslimin kembali bersatu menjadi satu shaf yang kuat berjalan di atas manhaj dan aqidah Salafush Shalih. Amin![1]


[Disalin dari kitab Al-Masaa-il (Masalah-Masalah Agama)- Jilid ke satu, Penulis Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Terbitan Darul Qolam - Jakarta, Cetakan ke III Th 1423/2002M]
_________
Foote Note
[1]. Ditulis akhir Ramadlan 1412H/awal April 1992 

artikel : almanhaj.or.id

Ucapan Selamat di Hari Raya

17.57 Posted by Unknown , No comments

Apa hukum mengucapakan selamat idul fitri? Bagaimanakah hukum saling berjabat tangan dan berpelukan setelah shalat ied?
Alhamdulillah, Terdapat riwayat yang datang dari para sahabat radhiyallahu’anhum bahwasanya mereka saling mengucapkan selamat di hari raya dengan ucapan, تقبل الله منا ومنكم “Taqabbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian).

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata, “Dahulu para sahabat Nabi shalallahu’alaihi wasallam mengucapkan ‘Taqabbalallahu minna wa minkum’ ketika saling bertemu di hari Idul Fitri.” Al-Hafidz (Ibnu Hajar) berkata tentang riwayat ini, “Sanadnya hasan.”
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tidak mengapa hukumnya bila seseorang mengucapkan kepada saudaranya saat Idul Fitri, ‘Taqobbalallahu minna wa minkum’.” Demikian yang dinukil Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat di hari raya sebagaimana banyak diucapkan oleh orang-orang? Seperti ‘indaka mubarak (semoga engkau memperoleh barakah dihari Idul Fitri) dan ucapan yang senada. Apakah hal ini memiliki dasar hukum syariat ataukah tidak? Jika memiliki dasar hukum syariat bagaimana seharusnya ucapan yang benar?”

Beliau rahimahullah menjawab,
“ Adapun hukum tahniah (ucapan selamat) dihari raya yang diucapkan satu dengan yang lainnya ketika selesai shalat ied seperti
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك
Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu ‘alaik” (Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya atasmu), dan yang semisalnya, telah diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwasanya mereka melakukannya dan para imam memberi keringanan perbuatan ini seperti Imam Ahmad dan yang lainnya. Akan tetapi Imam Ahmda berkata, “Aku tidak akan memulai mengucapkan selamat kepada siapa pun. Namun jika ada orang yang memberi selamat kepadaku akan kujawab. Karena menjawab tahiyyah (penghormatan) adalah wajib. Adapun memulai mengucapkan selamat kepada oranglain maka bukanlah bagian dari sunnah yang dianjurkan dan bukan pula sesuatu yang dilarang dalam syariat. Barangsiapa yang melakukannya maka ia memiliki qudwah (teladan) dan orang yang meninggalkan pun juga memiliki qudwah (teladan). Wallahu a’lam. (Al-Fatawa Al-Kubra, 2/228)

Syaikh Ibnu Ustaimin ditanya,
“Apa hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya? Apakah ada bentuk ucapan tertentu?”

Beliau rahimahullah menjawab,
“Hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya adalah boleh dan tidak ada bentuk ucapan tertentu yang dikhususkan. Karena (hukum asal-pen) setiap adat kebiasaan yang dilakukan orang itu boleh selama bukan perbuatan dosa.”

Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah juga ditanya,
“Apa hukum berjabat tangan, berpelukan dan saling mengucapkan selamat hari raya ketika selesai shalat ied?”
Beliau rahimahullah menjawab,

“Hukum semua perbuatan ini tidaklah mengapa. Karena orang yang melakukanya tidak bermaksud untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Melainkan hanya sekedar melakukan adat dan tradisi, saling memuliakan dan menghormati. Karena selama adat tersebut tidak bertentangan dengan syariat maka hukumnya boleh.” (Majmu’Fatawa Ibni Utsaimin, 16/ 208-210)

Penerjemah: Tim Penerjemah Muslimah.or.id
Muroja’ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal

Senin, 13 Agustus 2012

APA HUKUMNYA MINTA TOLONG HUJAN BERHENTI KE ORANG PINTAR?

20.36 Posted by Unknown , No comments
 Ada sebagian orang bilang kalo mau hajatan/pesta walimah nikah/hal lain

Agar tidak hujan ke pawang hujan saja !!! 
"Demi Allah Itulah perktaan orang-orang yg menyembah Allah tapi menyekutukanNya (jika yang mengatakannya muslim)."

Sungguh itu adalah Jelas Perbuatan SYIRIK BESAR [mendatangi/mempercayakan org bisa menghentikan hujan] [Kemampuan menurunkan Hujan diluar batas kemampuan Manusia]

1.Larangan Meminta (Sesuatu) Kepada Makhluk

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Tidak ada yang mengetahui perkara gaib di langit atupun di bumi selain Allah.” (QS. An-Naml: 65).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan,di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Senantiasa seseorang itu meminta (kepada makhluk) sampai dia bertemu Allah ta’ala (pada hari kiamat) dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun pada wajahnya.” (HR. Al Bukhari, 3/338- Fathul Bari dan Muslim, no. 1040)Pengertian Hadits:Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Meminta kepada makhluk padanya ada tiga keburukan, keburukan (karena) menunjukkan rasa butuh kepada selain Allah ta’ala dan ini termasuk satu jenis kesyirikan, keburukan (karena) menyakiti orang yang kita meminta kepadanya dan ini termasuk satu jenis kezaliman terhadap makhluk, dan (keburukan karena) menundukkan diri kepada selain Allah ta’ala dan ini termasuk satu jenis kezaliman terhadap diri sendiri.” (Kitabul Iman, hal. 66)Akan tetapi jika seseorang benar-benar terpaksa meminta sesuatu yang mampu dilakukan oleh makhluk, maka (dalam kondisi ini) diperbolehkan baginya, dengan tetap berusaha menghindarkan diri dari keburukan-keburukan yang tersebut di atas (Lihat Ad Durarus Saniyyah, hal. 79).

2.Larangan Meminta (Sesuatu) Kepada Makhluk

jika seseorang mampu untuk mengerjakan (sendiri) suatu pekerjaan, maka janganlah dia meminta (pertolongan) kepada siapapun, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambil perjanjian dari beberapa orang Sahabat radhiyallahu ‘anhu agar mereka tidak meminta apapun kepada manusia, (sampai-sampai) perawi hadits ini berkata: “maka salah seorang dari mereka ketika cemetinya terjatuh (dari hewan tunggangannya), dia tidak meminta orang lain untuk mengambilkan cemeti tersebut untuknya (yaitu dia turun dari hewan tunggangannya dan mengambilnya sendiri) (HR. Muslim, no. 1043), dan dalam hal ini kemampuan masing-masing orang untuk menunaikan tingkatan ini berbeda-beda (sesuai dengan tingkat keimanan mereka) (Syarh Al Arba’in, Syaikh Shaleh Alu Asy Syaikh hal. 107).

3.Diharamkannya praktek perdukunan dan perbuatan mendatangi (berkonsultasi dengan) dukun

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dukun-dukun itu biasa menuturkan kepada kami lantas kami jumpai bahwa apa yang mereka katakan itu benar/terbukti, -bagaimana ini-.” Maka Nabi menjawab, “Itu adalah ucapan benar yang dicuri dengar oleh jin (syaitan) kemudian dia bisikkan ke telinga walinya (dukun) dan dia pun menambahkan seratus kedustaan di dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [7/334])

4.Wajibnya mendustakan ucapan para dukun

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:“Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya maka dia telah kufur kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah)

5.Wajibnya Memberantas Praktek Perdukunan:

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah hal itu dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu untuk itu maka cukup dengan hatinya, dan itu merupakan keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [2/103])

6. Jika kita seorang mukmin maka kita akan tahu ada sebuah doa Dari Hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

DOA AGAR HUJAN BERHENTI:

ALLAHUMMA HAWAA LAINAA WALAA ALAINAAALLAHUMMA 'ALAL AKAAMI WADZIRAABI WA BUTUUNIL AUDIYATWAMANAA BATISY-SYAJAR..."Ya Allah! Hujanilah disekitar kami, janganlah kepada kami. Ya Allah, berilah hujan kedaratan tinggi, beberapa bukit anak perut lembah dan beberapa tanah yg menumbuhkan pepohonan."[HR.Bukhari 1/224 & Muslim 2/614]
(dinukil dari kitab Hisnul Muslim Min Adzkaaril Kitaab was Sunnah olh Syaikh Said bin Ali bin Wahaf Al-Qhathani)

Jika Rasulullah sudah mengajarkan kita untuk berdoa kenapa kita msih percaya terhadap Orang Pinter !!
""Orang Pinter = Dukun [Cuma beda Penyebutan saja, intinya sama saja Haram]""

akhirul kalam
Semoga kita tidak termasuk golongan orang yg menyembah Allah tp menyekutukanNya dg hal lain, aamiin
dari : manhaj-salafusshalih

Kriteria Wanita Idaman

20.08 Posted by Unknown , No comments
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Setelah sebelumnya kita mengkaji siapakah pria yang mesti dijauhi dan tidak dijadikan idaman maupun idola, maka untuk kesempatan kali ini kita spesial akan membahas wanita. Siapakah yang pantas menjadi wanita idaman? Bagaimana kriterianya? Ini sangat perlu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sehingga si pria tidak salah dalam memilih. Begitu juga kriteria ini dimaksudkan agar si wanita bisa selalu introspeksi diri. Semoga bermanfaat.

Kriteria Pertama: Memiliki Agama yang Bagus
Inilah yang harus jadi kriteria pertama sebelum kriteria-kriteria lainnya. Tentu saja wanita idaman memiliki aqidah yang bagus, bukan malah aqidah yang salah jalan. Seorang wanita yang baik agamanya tentu saja tidak suka membaca ramalan-ramalan bintang seperti zodiak dan shio. Karena ini tentu saja menunjukkan rusaknya aqidah wanita tersebut. Membaca ramalan bintang sama halnya dengan mendatangi tukang ramal. Bahkan ini lebih parah dikarenakan tukang ramal sendiri yang datang ke rumahnya dan ia bawa melalui majalah yang memuat berbagai ramalan bintang setiap pekan atau setiap bulannya. Jika cuma sekedar membaca ramalan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBarangsiapa yang mendatangi tukang ramal, lalu ia bertanya mengenai sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama 40 malam.”[1] Jika sampai membenarkan ramalan tersebut, lebih parah lagi akibatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia telah kufur pada Al Qur’an yang diturunkan pada Muhammad.”[2] katakan, “
Begitu pula ia paham tentang hukum-hukum Islam yang berkenaan dengan dirinya dan juga untuk mengurus keluarga nantinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan seorang pria untuk memilih perempuan yang baik agamanya. Beliau bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi”.[3] Sebenarnya makna “taribat yadak”adalah
Inilah kriteria wanita idaman yang patut diperhatikan pertama kali –yaitu baiknya agama- sebelum kriteria lainnya, sebelum kecantikan, martabat dan harta.

Kriteria Kedua: Selalu Menjaga Aurat
Kriteria ini pun harus ada dan jadi pilihan. Namun sayangnya sebagian pria malah menginginkan wanita yang buka-buka aurat dan seksi. Benarlah, laki-laki yang jelek memang menginginkan wanita yang jelek pula.
Ingatlah, sangat bahaya jika seorang wanita yang berpakaian namun telanjang dijadikan pilihan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[4] Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang dalam hadits ini adalah:
  1. Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
  2. Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.[5]
Sedangkan aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.[6]

Kriteria Ketiga: Berbusana dengan Memenuhi Syarat Pakaian yang Syar’i
Wanita yang menjadi idaman juga sepatutnya memenuhi beberapa kriteria berbusana berikut ini yang kami sarikan dari berbagai dalil Al Qur’an dan As Sunnah.
Syarat pertama: Menutupi seluruh tubuh (termasuk kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.
Syarat kedua: Bukan memakai pakaian untuk berhias diri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[7]
Syarat ketiga: Longgar, tidak ketat dan tidak tipis sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Syarat keempat:  Tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.”[8]
Inilah di antara beberapa syarat pakaian wanita yang harus dipenuhi. Inilah wanita yang pantas dijadikan kriteria.

Kriteria keempat: Betah Tinggal di Rumah
Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).
Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada kebutuhan”.[9]
Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”.[10]

Kriteria Kelima: Memiliki Sifat Malu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ
Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”[11]
Kriteria ini juga semestinya ada pada wanita idaman. Contohnya adalah ketika bergaul dengan pria. Wanita yang baik seharusnya memiliki sifat malu yang sangat. Cobalah perhatikan contoh yang bagus dari wanita di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24)
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.” (QS. Qashash: 23-24). Lihatlah bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya. Namun coba bayangkan dengan wanita di zaman sekarang ini!
Demikianlah kriteria wanita yang semestinya jadi idaman. Namun kriteria ini baru sebagian saja. Akan tetapi, kriteria ini semestinya yang dijadikan prioritas.
Intinya, jika seorang pria ingin mendapatkan wanita idaman, itu semua kembali pada dirinya. Ingatlah: ”Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik”. Jadi, hendaklah seorang pria mengoreksi diri pula, sudahkah dia menjadi pria idaman, niscaya wanita yang ia idam-idamkan di atas insya Allah menjadi pendampingnya. Inilah kaedah umum yang mesti diperhatikan.
Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu mendapatkan keberkahan dalam hidup ini.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
dipublikasikan kembali : Salafyunpad

Sepuluh Wasiat Dari Surat Al An'am - Abdullah Shaleh Hadrami

20.06 Posted by Unknown , No comments

Didalam surat Al An’am Allah Ta’ala menyebutkan sepuluh wasiat agar seorang terjaga akidah atau keyakinannya dari penyimpangan dan agar terbimbing kehidupan sebuah keluarga dan masyarakat. Allah Ta’ala berfirman:
 “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al An’am: 151-153)
Ayat-ayat yang mulia ini telah di nyatakan oleh sahabat Abdulloh bin Mas’ud dalam pernyataannya: Barangsiapa ingin membaca lembaran Rasululloh yang padanya ada setempel beliau hendaknya membaca ayat-ayat tersebut.
Dan yang dimaksud dengan padanya ada setempel beliau bahwa ayat-ayat ini hukum-hukumnya tetap dan tidak ada ayat yang menghapus hukum-hukumnya.
Tiga ayat tersebut masing-masing darinya diakhiri dengan firmanNya:
 “Demikianlah Allah memerintahkan berwasiat kepada kalian”. Hal ini sebagai penegasan tentang mendalamnya nilai dari wasiat ini dan bahwa ini adalah wasiat yang datangnya dari Allah yang dengannya akan menjadi lurus kehidupan manusia dan dengannya akan menjadi baik perkara dunia dan perkara agama.
Dalam ayat ke 151 dari surat Al An’am ini Allah berfirman:
Disini Allah memerintahkan NabiNya untuk meminta dari manusia agar mereka mau mendengar apa yang Allah haramkan atas mereka, bahwa hak untuk menghalalkan dan mengharamkan hanya milik Allah semata bukan hak setiap orang atau tokoh agama. Allah Ta’ala berfirman:
 “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.”(QS. An Nahil: 116)
Dengan ini apa yang diharamkan oleh orang-orang jahiliah dari binatang ternak dan semisalnya maka sesungguhnya hal itu tidak haram, karena pengharaman mereka adalah mengada-ada bukan dari Allah.
Adapun sepuluh wasiat yang berkaitan dengan hal-hal yang diharamkan oleh Allah adalah sebagai berikut:

Wasiat pertama: Untuk tidak menyekutukan Allah (berbuat syirik). Karena kesyirikan adalah pokok segala yang diharamkan dan induk segala dosa. Berkata sahabat Ibnu Mas’ud, Aku bertanya kepada Rasululloh tentang dosa apa yang paling besar? Beliau menjawab: Kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang menciptakanmu.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Kesyirikan adalah dosa yang Allah tidak akan mengampuninya bila seorang tidak bertobat darinya. Allah Ta’ala berfirman:
 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”(QS. An Nisa: 48)
Sesungguhnya, terbebasnya keyakinan dari noda kesyirikan dan kemurnian iman merupakan jalan keselamatan dan pondasi kokoh yang agama ini dibangun diatasnya. Bila keyakinan seorang tidak lepas dari kesyirikan maka amalan seperti apapun tidak akan berguna meski nampak baik secara lahiriah. Telah datang berita gembira dari Nabi bagi orang yang mati dalam keadaan bersih dari berbagai persekutuan bersama Allah dalam ibadah. Nabi bersabda:
 “Telah datang kepadaku Jibril, lalu ia memberi berita gembira kepadaku bahwa barangsiapa dari umatmu mati dalam keadaan ia tidak menyekutukan sesuatupun dengan Alloh maka dia akan masuk surga.”[Muttafaqun ‘alaihi]
Allah Ta’ala telah melarang segala bentuk kesyirikan, apakah yang berkaitan dengan ibadah yaitu dengan memberikan peribadatan kepada selain Allah, atau yang berkaitan Sifat Allah dengan memberikan sifat ketuhanan kepada makhluk, atau kesyirikan yang berkaitan dengan perbuatan Allah. Seperti meyakini pada sebagian makhluk bahwa ia mampu untuk mengatur alam semesta, memberi rejeki, menyembuhkan penyakit dan semisalnya.

Wasiat kedua: adalah keharusan berbuat baik terhadap kedua orang tua dan haramnya berbuat durhaka kepada mereka. Durhaka kepada kedua orang tua dan menyakiti mereka dalam bentuk apapun dan sekecil apapun adalah perkara yang diharamkan Allah. Sebagaimana firmanNya:
 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”(QS. Al Isro’: 23)
Coba anda cermati ayat ini bagaimana Allah mengiringkan keharusan menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua. Hal ini menunjukkan tentang tingginya kedudukan orang tua serta dorongan untuk berbakti kepada mereka. Al Qur’an Al Karim telah mengulang-ulangi penjelasan tentang berbakti kepada kedua orang tua sebanyak tujuh kali sebagai penekanan agar seorang muslim senantiasa berpegang teguh dengan perangai yang mulia ini terhadap kedua orang tuanya. Demikian pula Rasululloh telah menekankan hal itu sebagaimana dalam riwayat Ibnu Mas’ud dia berkata: “Wahai Rasululloh, amalan apa yang paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab: Sholat pada waktunya. Aku bertanya, kemudian apa? Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua, aku bertanya: kemudian apa? Beliau menjawab: Berjihad dijalan Allah.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Dalam salah satu haditsnya beliau bersabda (yang artinya): “Keridhoan Allah terletak pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan kedua orang tua.” [Hr. Attirmidzi dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban]

Wasiat ketiga: Larangan membunuh anak. Allah Ta’ala berfirman:
 “Janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.”(QS. Al An’am: 151)
Setelah Allah berwasiat kepada para anak agar berbakti kapada kedua orang tuanya maka disini Allah berwasiat kepada para bapak untuk berbuat baik terhadap anak. Yang demikian agar bangunan keluarga berdiri diatas kuatnya pondasi saling mencintai dan hubungan yang baik. Perlu diketahui bahwa keluarga adalah batu pertama untuk berdirinya suatu bangunan masyarakat. Dan dikarenakan agama Islam ini sangat antusias dalam pembentukan masyarakat yang kuat dan saling erat berhubungan maka Islam mengarahkan perhatiannya kepada membangun keluarga diatas pondasi saling mencintai. Diperintahnya setiap anggota keluarga untuk menunaikan hak kepada yang lainnya dan melaksanakan tugas yang diembannya. Allah berpesan kepada para bapak dan ibu agar memperhatikan anak-anak mereka dan mendidik mereka dengan bagus. Termasuk dosa (besar) bila seorang tidak memperhatikan keadaan mereka. Nabi bersabda:
 “Cukup seorang (dikatakan) melakukan dosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” [Hr. Abu Daud]
Berkata Ibnu Mas’ud: Aku berkata: Wahai Rasululloh, dosa apa yang paling besar? Beliau menjawab kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang menciptamu. Aku berkata: kemudian apa? Beliau bersabda: Kamu membunuh anakmu karena takut diberi makan bersamamu (takut fakir). Aku bertanya: lalu apa? Beliau menjawab: Kamu berzina dengan isteri tetanggamu. Lalu Rasululloh membaca ayat:
 “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,”(QS. Al Furqon: 68-69)
Membunuh anak dalam bentuk apapun diharamkan. Ayat dalam surat Al An’am 151 menjelaskan tentang kebiasaan orang-orang jahiliah dahulu dimana mereka membunuh anak-anak mereka dikarenakan fakir, sebagaimana disebutkan dalam surat yang lain bahwa orang-orang jahiliah juga membunuh anak-anak mereka karena khawatir terhadap masa depan yang sulit dan fakir. Allah Ta’ala berfriman:
 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.”(QS. Al Isro’: 31)
Sebagaimana pula disebutkan dalam Al Qur’an tentang sebagian kekejaman orang-orang jahiliah dimana mereka membunuh anak-anak perempuan karena khawatir mendapat celaan. Allah Ta’ala berfirman:
 “Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh,”(QS. Attakwir: 8-9)
Padahal, diantara nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-hambaNya adalah nikmat berupa anak-anak dan cucu. Allah Ta’ala berfriman:
 “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni`mat Allah?”(QS. An Nahl: 72)
Dan diantara bentuk mengkufuri nikmat adalah tidak memperhatikan terhadap hak-hak anak dan mendhalimi mereka dengan pembunuhan atau yang lainnya terlebih jika hal yang mendorong untuk melakukan itu adalah takut fakir, padahal Allah telah menjamin rejeki hamba-hambaNya. Allah Ta’ala berfirman:
 “Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya,”(QS. Hud: 6)
Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya Rahul Qudus (Jibril) telah meniup pada hatiku bahwa suatu jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan mengambil rejekinya secara penuh.” [Hr. Abu Nu’aim fil hilyah dan dishohihkan Al Albani dalamshohih Al Jami’]

Wasiat keempat: Larangan mendekati perbuatan keji (seperti zina) baik yang nampak atau tersembunyi. Wasiat yang mulia ini tentunya memiliki tujuan agar masyarakat muslim itu bersih dari kebobrokan moral dan kekejian. Supaya menjadi sebuah masyarakat yang bersih luar dalamnya. Dan kekejian yang dimaksud adalah dosa-dosa besar, namun bisa di maksudkan disini secara lebih khusus adalah perbuatan zina. Al Qur’an Al Karim telah menyebutkan tentang haramnya perbuatan-perbuatan keji secara berulang-ulang baik yang nampak ataupun tersembunyi. Allah Ta’ala berfirman:
 “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”(QS. Al A’rof: 33)

Wasiat kelima: Tidak membunuh jiwa yang di larang untuk di bunuh.
Allah telah menjaga jiwa manusia sehingga tidak boleh seorang melenyapkan nyawa orang lain tanpa ada kebolehan dari syariat Allah. Nabi bersabda:
 “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa aku (Muhammad) adalah utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari  tiga (sebab): orang yang sudah menikah dia berzina, membunuh jiwa (maka) dibalas dengan dibunuh dan yang murtad dari agamanya yang menyelisihi jama’ah (kaum muslimin).” [Hr. Al Bukhari dan Muslim]
Hadits ini jelas bahwa ada tiga golongan yang boleh bagi penguasa untuk membunuh mereka yaitu: Seorang yang melakukan perzinaan padahal dia sudah menikah, seorang yang membunuh orang lain dengan sengaja maka dia dikishosh (dihukum balas) dengan di bunuh dan yang ketiga adalah yang murtad dari agama Islam..
Larangan dari membunuh manusia tidak hanya terbatas terhadap kaum muslimin namun juga orang yang bukan muslim yang dalam ikatan perjanjian. Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):“Barangsiapa membunuh orang (kafir) yang dalam ikatan perjanjian (dengan muslimin) maka ia tidak akan mencium baunya surga.” [Hr. Al Bukhari]
Sungguh agama Islam sangat keras tentang larangan membunuh jiwa tanpa hak, pelaku pembunuhan menurut islam merupakan kejahatan yang luar biasa jahatnya. Allah Ta’ala berfirman:
 “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”(QS. An Nisa: 93)
Nabi juga bersabda dalam suatu haditsnya (yang artinya): “Lenyapnya dunia lebih ringan menurut Allah ketimbang membunuh seorang mukmin tanpa hak…” [Hr. Ibnu Majah dan lain-lainnya]

Wasiat keenam: Tidak mencaplok harta anak yatim. Allah Ta’ala berfirman:
 “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa.”(QS. Al An’am: 152)
Ini merupakan wasiat Allah yang mulia yang mengharuskan seorang untuk memperhatikan dan menjaga anak yatim beserta hartanya. Dan seorang anak di katakan yatim bila bapaknya meninggal dunia sementara anak itu belum baligh.
Allah Ta’ala melarang dari mendekati harta anak yatim dengan tujuan yang tidak baik, tentunya lebih keras lagi larangan dari mencaplok harta anak yatim. Dibolehkannya mengambil harta anak yatim bila orang tersebut adalah yang mengembangkan harta anak yatim, maka boleh baginya untuk mengambil sewajarnya sebagai upah dari jerih payahnya dalam merawat dan mengembangkan harta anak yatim. Orang yang ditugasi merawat harta anak yatim hendaknya melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya dengan tidak mendholimi hartanya sampai anak yatim itu baligh dan bisa menjaga hartanya sendiri. Allah Ta’ala berfirman:
 “Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.”(QS. An Nisa: 6)
Namun hal ini bukan berarti boleh bagi seorang untuk mendholimi harta anak yatim setelah dia baligh. Karena harta anak yatim setelah dia baligh itu sama kehormatannya seperti kehormatan harta-harta selainnya dari kaum muslimin. Allah Ta’ala telah  mengharamkan perbuatan mendholimi seorang muslim dalam segala keadaannya. Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 “Setiap muslim terhadap muslim yang lainnya itu haram (terjaga) kehormatannya, hartanya dan darahnya.” [Hr. Muslim]
Islam telah memperhatikan terhadap anak yatim dan mengajak untuk menjaganya dan memperhatikan kondisinya serta mengancam dari mendholiminya dan mencaplok hartanya. Allah Ta’ala berfirman:
 “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”(QS. An Nisa: 10)
Demikianlah balasan bagi orang yang tidak memiliki sifat belas kasihan terhadap anak yatim yang sangat membutuhkan belaian kasih sayang setelah bapaknya meninggal dunia. Betapa bengisnya hati seorang yang tega menyakiti perasaan anak yang lemah seperti itu. Bukankah seharusnya seorang itu iba dan menaruh perasaan kasih sayang terhadapnya sehingga terdorong untuk menyantuninya dan merawatnya? Rasulullah bersabda (yang artinya): “Saya beserta orang yang mengasuh anak yatim berada disorga seperti ini.” Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara keduanya. [Hr. Al Bukhari dll]

Wasiat ketujuh: Tidak curang dalam menakar dan menimbang. Allah berfirman:
 “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.”(QS. Al An’am: 152)
Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman untuk menegakkan keadilan dalam transaksi jual beli mereka yaitu dengan jujur dalam menakar dan menimbang, demikian pula agar mereka berlaku adil dalam segala hubungan diantara mereka. Sehingga seorang tidak menuntut yang lebih dari haknya dan tidak pula mengurangi hak orang lain. Sungguh binasanya umat-umat itu disebabkan oleh kedholiman yang mereka lakukan. Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Hati-hatilah kalian dari berbuat dholim karena kedholiman adalah kegelapan pada hari kiamat.” [Hr. Muslim]
Allah Ta’ala juga telah menghabarkan bahwa orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang bagi mereka adzab yang pedih, sebagaimana dalam firmanNya:
 “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al Muthaffifin: 1-3)
Dahulu, kaumnya Nabi Syu’aib dibinasakan oleh Allah karena mereka berbuat dhalim atau curang dalam menakar dan menimbang. Allah Ta’ala berfirman dengan menyebutkan ucapan Nabi Syu’aib terhadap kaumnya:
 “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”(QS. Asy Syu’aro: 181-183)
Pesan dari Allah kepada manusia untuk berlaku jujur dalam menakarkan dan menimbangkan hak-hak orang agar para hamba tahu bahwa aktifitas mereka selalu di pantau oleh Allah. Agar mereka tahu bahwa baiknya keadaan mereka tatkala berpegang dengan petunjuk Allah sedangkan kebinasaan tatkala mereka berpaling dari perintah Allah.    Adapun lanjutan friman Allah:
 “Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.”(QS. Al An’am: 152)
Maka ini adalah kemudahan dari Allah terhadap para hambaNya. Karena menjaga kejujuran atau keadilan yang mutlak yang tidak pernah keliru dalam menakar dan menimbang terkadang sulit terwujud. Oleh karena itu, seorang punjual atau pedagang hendaknya mencurahkan segala upayanya untuk terwujudnya ketepatan dalam hal takaran dan timbangan. Bila kemudian setelah dia usaha untuk jujur namun terjadi kekeliruan maka dia tidak berdosa karena Allah tidak membebani seorang diatas kemampuannya.

Wasiat kedelapan: Yaitu agar berkata yang jujur.  Allah berfirman:
 “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu),”(QS. Al An’am: 152)
Maksudnya adalah: Apabila kalian mengatakan suatu perkataan yang sifatnya memutuskan atau menghukumi atau suatu persaksian atau meluruskan suatu perkara maka hendaknya ucapan kalian itu bersumber dari kebenaran dan keadilan, tanpa cenderung kepada hawa nafsu atau menyimpang karena suatu manfaat tertentu. Yang demikian karena kebenaran lebih berhak untuk diikuti.
Pada wasiat ini Allah meminta dari kita agar kita selalu bersama kejujuran dalam segala ucapan, seperti apapun hubungan kita dengan orang yang kita bersaksi untuknya atau kita hukumi atasnya.
Sungguh, diantara faktor terpenting seorang tidak jujur dalam memberikan persaksian dan keputusan adalah pengaruh kekerabatan , harapan mendapat kemanfaatan baginya atau terhindarnya dari suatu mudhorrot. Demikian pula faktor  ambisi mencari kedudukan disisi penguasa atau takut terhadap penguasa.
Oleh karena itu, wasiat ini adalah suatu bentuk wasiat dari Alloh untuk mendidik diri seorang muslim agar selalu menetapi kebenaran, dan berdiri di sisi kebenaran seperti apapun menggodanya ambis-ambisi sesaat yang terpampang dihadapan. Nabi bersabda (yang artinya): Demi Dzat yang jiwa Muhamad di tanganNya (Demi Alloh) , seandainya Fatimah puteri Muhamad itu mencuri niscaya (Nabi) Muhamad (bapaknya) akan memotong tangannya .
Al Quran Al karim telah menggariskan keadilan yang mulia ini didalam surat Annisa ayat 135 yaitu:
 “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.”

Wasiat kesembilan: Menetapi perjanjian terhadap Allah. Allah Ta’ala berfirman:
 “Dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat,”(QS. Al An’am: 152)
Segala yang Allah perintahkan hambaNya untuk menjalankannya atau apa yang dilarang untuk melakukannya demikian pula apa yang Allah wasiatkan, ini semua harus dijaga. Karena kita semua adalah hamba Allah yang harus tunduk terhadap peraturanNya.
Allah Ta’ala telah berjanji dengan memberikan pahala kepada orang yang melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, sebagaimana firmanNya:
 “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya,niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga `Adn. Itulah keberuntungan yang besar.”(QS. Ash Shof: 10-12)
Inilah janji dari Allah bagi yang beriman dan berjihad di jalanNya, bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memasukkannya kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Orang yang senantiasa menetapi perjanjian terhadap Allah adalah orang-orang yang benar-benar memiliki akal fikiran dimana ia tahu tentang maslahat dirinya. Allah Ta’ala berfirman:
 “Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian,”(QS. Ar Ra’du: 19-20)

Wasiat kesepuluh: Hanya menempuh jalan Allah yang lurus. Allah Ta’ala berfirman:
 “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al An’am: 153)
Jalannya Allah adalah agamaNya yang dengannya Allah mengutus para rasulNya, yaitu agama Islam. Wajib atas manusia untuk mengikuti agama ini karena ia yang akan mengantarkan kepada surga. Adapun jalan selain islam maka akan menyimpangkan seorang dari surga dan mengantarkan kepada kebinasaan.
Jalan yang lurus adalah apa yang ditempuh oleh Nabi Muhammad, para sahabat dan yang mengikuti mereka dalam beragama. Inilah satu-satunya jalan yang benar dalam beragama, maka barangsiapa mencari jalan kebenaran selain jalan mereka maka dia tidak akan sampai kepada tujuan. Adapun jalan-jalan kebatilan maka begitu banyaknya sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat imam Ahmad bahwa Rasulullah menggaris suatu garis (yang lurus) dengan tangannya kemudian beliau Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 “Inilah jalan Allah yang lurus.”
Lalu beliau menggaris disebelah kanan dari kiri dari garis itu garis-garis yang banyak lalu beliau Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 “Jalan-jalan ini tidak ada darinya jalan kecuali padanya ada syithon yang mengajak kepadanya.”
Kemudian Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat:
 “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.”(QS. Al An’am: 153)

Demikianlah Allah tutup wasiat-wasiat yang mulia dengan wasiat ini sebagai penekanan bahwa berpegang teguh dengan wasiat-wasiat sebelumnya merupakan jalan yang lurus yang mengantarkan orang yang menjalankannya kepada keselamatan dan kesuksesan didunia dan di akhirat.

[Disarikan dari Mudzakkiroh fittafsir dan Al washoya Al ‘Asyr dari fatawa Asy Syaikh Ibnu Utsaimin]. (Sumber: assalafiyah kebumen)

Nasihat Kepada Para Gadis Remaja

19.34 Posted by Unknown , , , No comments

Dengan terbata-bata dan diiringi linangan air mata penyesalan seorang remaja putri bertutur,
“Peristiwa ini bermula hanya dari pembicaraan melalui telepon antara diriku dengan seorang pria, lalu berlanjut membuahkan kisah cinta di antara kami. Ia merayu bahwa dirinya sangat mencintaiku dan ingin segera meminangku. Dia berharap dapat bertemu muka denganku, namun aku sungguh merasa keberatan, bahkan aku mengancam ingin menjauhi dirinya, kemudian menyudahi hubungan ini. Akan tetapi aku tak kuasa melakukan itu. Maka aku putuskan dengan mengirimkan fotoku dalam sebuah surat cinta yang semerbak dengan wangi aroma bunga mawar.
Gayung bersambut suratku pun dibalas olehnya, dan semenjak itu kami sering saling kirim surat. Suatu ketika melalui surat, ia mengajakku untuk keluar pergi berduaan, aku menolak dengan keras ajakan itu. Tetapi ia balik mengancam akan membeberkan semua tentang diriku, foto-fotoku, surat cintaku, dan obrolanku dengannya selama ini melalui telepon, yang ternyata ia selalu merekamnya. Aku benar-benar dibuat tak berdaya oleh ancamannya.
Akhirnya aku pun pergi keluar bersamanya dan berharap dapat pulang kembali ke rumah dengan secepatnya. Memang aku pun akhirnya pulang, namun sudah bukan sebagai diriku yang dulu lagi, aku telah berubah. Aku kembali ke rumah dengan membawa aib yang berkepanjangan, dan suatu ketika kutanyakan kepadanya, “Kapan kita akan menikah?” Apakah tidak secepatnya? Namun ternyata jawaban yang ia berikan sungguh menyakitkan, dengan nada menghina dan merendahkanku ia berkata, “Aku tak mau menikah dengan wanita rendahan sepertimu!”

Wahai saudariku tercinta!
kini engkau tahu bagaimana akhir dari hubungan kami yang jelas-jelas terlarang dalam agama ini. Oleh karena itu waspada dan berhati-hatilah jangan sampai engkau terjerumus dalam hubungan semacam itu. Jauhilah teman yang buruk perangai, yang suatu saat bisa saja ia menjerumuskanmu lalu menyeretmu ke dalam pergaulan yang rendah dan terlarang. Ia hiasi itu semua sehingga seakan-akan menarik dan merupakan hal biasa yang tidak akan berakibat apa-apa, tak akan ada aib dan lain sebagainya.
Jangan percaya omongannya, sekali lagi jangan gampang percaya! Itu semua tak lain adalah tipu daya yang dilancarkan oleh syetan dan teman-temannya. Dan jika engkau tak mau berhati-hati maka sungguh hubungan haram itu akan berakibat sebagaimana yang telah kusebutkan di atas atau bahkan lebih parah dan menyakitkan lagi.
Berhati-hatilah jangan sampai engkau terpedaya dengan bujuk rayu para laki-laki pendosa itu yang kesukaannya hanya mempermainkan kehormatan orang lain. Mereka adalah pembohong, pendusta dan pengkhianat, walau salah satu dari mulut mereka terkadang menyampaikan kejujuran dan keikhlasan. Apa yang diinginkan mereka adalah sama, dan semua orang yang berakal mengetahui itu, seakan tiada yang tersembunyi. Berapa kali kita mendengarkan, demikian juga selain kita tentang perilaku keji mereka terhadap para gadis remaja.
Namun sayang seribu sayang bahwa sebagian para gadis tak bisa mengambil pelajaran dari peristiwa memalukan yang menimpa gadis lainnya. Mereka tak mempercayai segala ucapan dan nasehat yang diberikan kecuali setelah peristiwa itu benar-benar menimpa, dan setelah terlanjur menjadi korban kebiadaban lelaki amoral itu. Tatkala musibah dan aib yang mencoreng muka telah terjadi, maka ketika itulah ia baru terbangun dari keterlenaannya, timbullah penyesalan yang mendalam atas segala yang telah dilakukannya. Ia berangan-angan agar aib, derita, dan kegetiran itu segera berakhir, namun musim telah berlalu dan segalanya telah terjadi,yang hilang tiada mungkin kembali! “Mengapa semua jadi begini?”

Saudariku Tercinta!
Bagi yang terlanjur jatuh dalam hubungan yang haram dan terlarang, jika mau berpikir maka tentu ia akan menjauhi cara seperti itu sejak awal mulanya. Sehingga tak seorang pun bisa mengajaknya demikian berpetualang dalam cinta. Sebab dalam petualangan tersebut mempertaruhkan sesuatu yang paling mulia yang merupakan lambang harga diri dan kesucian wanita. Jika sekali telah hilang, maka tak akan mungkin kembali selamanya. Wanita mana yang menginginkan agar miliknya yang paling berharga hilang begitu saja dengan sia-sia demi kesenangan sekejap? Lalu setelah itu kembali ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat dalam keadaan terhina dan tersisih tiada mampu mendongakkan kepala?
Tiada lagi laki-laki yang mengingin kannya, hidup terkucil dan penuh kerugian yang selalu mengiringi sisa umurnya. Hatinya makin teriris manakala melihat teman sebayanya atau yang lebih muda telah menjadi seorang istri, seorang ibu rumah tangga dan pendidik generasi muda.
Oleh karena itu wahai saudariku, pikirkanlah semua ini! Jauhilah olehmu hubungan muda-mudi yang melanggar aturan agama agar engkau tidak menjadi korban selanjutnya. Ambillah pelajaran dari peristiwa yang menimpa gadis selainmu, dan jangan sampai engkau menjadi pelajaran yang diambil oleh mereka. Ketahuilah bahwa wanita yang terjaga kehormatannya itu sangatlah mahal, jika ia mengkhianati dan tak menjaga kehormatan itu, maka kehinaanlah yang pantas baginya. Tetaplah engkau pada kondisi jiwamu yang suci dan mulia dan janganlah sekali-kali engkau membuatnya hina serta menurunkan martabat dan ketinggian nilainya.
Jangan kau kira bahwa untuk mendapatkan seorang suami yang baik hanya dapat diperoleh melalui obrolan lewat telepon ataupun pacaran dan pergaulan bebas. Banyak di antara mereka yang jika dimintai pertanggung jawaban agar segera menikah justru mengatakan:
Bagaimana mungkin aku menikahi wanita sepertinya.
Bagaimana pula aku rela dengan tingkah laku dan caranya.
Bagi wanita yang telah mengkhianati kehormatannya sehari saja.
Maka tiada mungkin bagi diriku untuk memperistrinya.
Bila engkau tak menginginkan jawaban yang menyakitkan seperti ini maka jangan sekali-kali menjalin hubungan terlarang, cegahlah sedini mungkin. Selagi dirimu dapat mengen-dalikan segala urusan yang menyangkut pribadimu, maka kemuliaan dan harga diri akan terjaga. Carilah suami dengan cara yang baik dan benar, sebab kalau toh engkau mendapatkannya dengan cara gaul bebas dan cara-cara lain yang tidak benar, maka biasanya akan berakibat tersia-sianya rumah tangga dan bahkan perceraian. Rata-rata kehidupan mereka dipenuhi oleh duri, saling curiga, menuduh, dan penuh ketidakpercayaan.
Jangan kau percayai propaganda sesat yang berkedok kemajuan zaman atau mereka yang menggembar-gemborkan kebebasan kaum wanita yang mengharuskan menjalin cinta terlebih dahulu sebelum menikah. Janganlah terkecoh, sebab cinta sejati tak akan ada kecuali setelah menikah. Sedang selain itu, maka pada umumnya adalah cinta semu, hanya mengikuti angan-angan dan fatamorgana, sekedar menuruti kesenangan, hawa nafsu, dan pelampiasan emosi belaka.
Ingatlah bahwa kehidupan dunia ini sangatlah singkat dan sementara, mungkin sebentar lagi engkau akan meninggalkannya. Maka jika ternyata engkau telah terkhilaf dengan dosa-dosa segera saja bertaubat memohon ampunan sebelum ada dinding penghalang antara taubat dengan dirimu. Demi Allah nasihat ini kusampaikan dengan tulus untukmu dan itu semua semata-mata karena rasa sayang dan cintaku kepadamu.

Sumber: Buletin Darul Wathan “nihayatu fatah” [alsofwah]

Bersabarlah wahai saudaraku ..

19.16 Posted by Unknown , , No comments

Oleh Ustadz Abu Rosyid Ash-Shinkuan

Senang, bahagia, suka cita, sedih, kecewa dan duka adalah sesuatu yang biasa dialami manusia. Ketika mendapatkan sesuatu yang menggembirakan dari kesenangan-kesenangan duniawi maka dia akan senang dan gembira. Sebaliknya ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan maka dia merasa sedih dan kecewa bahkan kadang-kadang sampai putus asa.
Akan tetapi sebenarnya bagi seorang mukmin, semua perkaranya adalah baik. Hal ini diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya adalah baik dan tidaklah hal ini dimiliki oleh seorangpun kecuali oleh orang mukmin. Jika dia diberi kenikmatan/kesenangan, dia bersyukur maka jadilah ini sebagai kebaikan baginya. Sebaliknya jika dia ditimpa musibah (sesuatu yang tidak menyenangkan), dia bersabar, maka ini juga menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Kriteria Orang yang Paling Mulia
Sesungguhnya kesenangan duniawi seperti harta dan status sosial bukanlah ukuran bagi kemuliaan seseorang. Karena Allah Ta’ala memberikan dunia kepada orang yang dicintai dan orang yang tidak dicintai-Nya. Akan tetapi Allah akan memberikan agama ini hanya kepada orang yang dicintai-Nya. Sehingga ukuran/patokan akan kemuliaan seseorang adalah derajat ketakwaannya. Semakin bertakwa maka dia semakin mulia di sisi Allah.
Allah berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.Al-Hujurat: 13) 

Jangan Sedih ketika Tidak Dapat Dunia
Wahai saudaraku, ingatlah bahwa seluruh manusia telah Allah tentukan rizkinya -termasuk juga jodohnya-, ajalnya, amalannya, bahagia atau pun sengsaranya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (air mani) kemudian berbentuk segumpal darah dalam waktu yang sama lalu menjadi segumpal daging dalam waktu yang sama pula. Kemudian diutus seorang malaikat kepadanya lalu ditiupkan ruh padanya dan diperintahkan dengan empat kalimat/perkara: ditentukan rizkinya, ajalnya, amalannya, sengsara atau bahagianya.” (HR. Al-Bukhariy dan Muslim)
Tidaklah sesuatu menimpa pada kita kecuali telah Allah taqdirkan. Allah Ta’ala berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya kalian jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS.Al-Hadiid: 22-24)
Kalau kita merasa betapa sulitnya mencari penghidupan dan dalam menjalani hidup ini, maka ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tiada suatu amalan pun yang mendekatkan ke surga kecuali aku telah perintahkan kalian dengannya dan tiada suatu amalan pun yang mendekatkan ke neraka kecuali aku telah larang kalian darinya. Sungguh salah seorang di antara kalian tidak akan lambat rizkinya. Sesungguhnya Jibril telah menyampaikan pada hatiku bahwa salah seorang dari kalian tidak akan keluar dari dunia (meninggal dunia) sampai disempurnakan rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah wahai manusia dan perbaguslah dalam mencari rizki. Maka apabila salah seorang di antara kalian merasa/menganggap bahwa rizkinya lambat maka janganlah mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah karena sesungguhnya keutamaan/karunia Allah tidak akan didapat dengan maksiat.” (HR. Al-Hakim)
Maka berusahalah beramal/beribadah dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jangan membuat perkara baru dalam agama (baca:bid’ah).
Dan berusahalah mencari rizki dengan cara yang halal serta hindari sejauh-jauhnya hal-hal yang diharamkan.

Hendaklah Orang yang Mampu Membantu
Hendaklah bagi orang yang mempunyai kelebihan harta ataupun yang punya kedudukan agar membantu saudaranya yang kurang mampu dan yang mengalami kesulitan. Allah berfirman:
Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS.Al-Maidah: 2)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah akan hilangkan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan orang yang mengalami kesulitan maka Allah akan mudahkan baginya di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Berdo’a ketika Sedih
Jika kita merasa sedih karena sesuatu menimpa kita seperti kehilangan harta, sulit mencari pekerjaan, kematian salah seorang keluarga kita, tidak mendapatkan sesuatu yang kita idam-idamkan, jodoh tak kunjung datang ataupun yang lainnya, maka ucapkanlah do’a berikut yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Tidaklah seseorang ditimpa suatu kegundahan maupun kesedihan lalu dia berdo’a: “Ya Allah, sesungguhnya saya adalah hamba-Mu, putra hamba laki-laki-Mu, putra hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di Tangan-Mu, telah berlalu padaku hukum-Mu, adil ketentuan-Mu untukku. Saya meminta kepada-Mu dengan seluruh Nama yang Engkau miliki, yang Engkau menamakannya untuk Diri-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu. Jadikanlah Al-Qur`an sebagai musim semi (penyejuk) hatiku dan cahaya dadaku, pengusir kesedihanku serta penghilang kegundahanku.” kecuali akan Allah hilangkan kegundahan dan kesedihannya dan akan diganti dengan diberikan jalan keluar dan kegembiraan.” Tiba-tiba ada yang bertanya: “Ya Rasulullah, tidakkah kami ajarkan do’a ini (kepada orang lain)? Maka Rasulullah menjawab: “Bahkan selayaknya bagi siapa saja yang mendengarnya agar mengajarkannya (kepada yang lain).” (HR. Ahmad)
Juga do’a berikut ini:
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari gundah gulana, sedih, lemah, malas, kikir, penakut, terlilit hutang dan dari tekanan/penindasan orang lain.” (HR. Bukhariy)

Ilmu adalah Pengganti Segala Kelezatan
Di antara hal yang bisa menghibur seseorang ketika mengalami kesepian atau ketika sedang dilanda kesedihan adalah menuntut ilmu dan senantiasa bersama ilmu.
Berkata Al-Imam Al-Mawardiy: “Ilmu adalah pengganti dari segala kelezatan dan mencukupi dari segala kesenangan…. Barangsiapa yang menyendiri dengan ilmu maka kesendiriannya itu tidak menjadikan dia sepi. Dan barangsiapa yang menghibur diri dengan kitab-kitab maka dia akan mendapat kesenangan…. Maka tidak ada teman ngobrol sebaik ilmu dan tidak ada sifat yang akan menolong pemiliknya seperti sifat al-hilm (sabar dan tidak terburu-buru). (Adabud Dunya wad Diin)
Duhai kiranya kita dapat mengambil manfaat dari ilmu yang kita miliki sehingga kita tidak akan merasa kesepian walaupun kita sendirian di malam yang sunyi tetapi ilmu itulah yang setia menemani.

Contoh Orang-orang yang Sabar
Cobaan yang menimpa kita kadang-kadang menjadikan kita bersedih tetapi hendaklah kesedihan itu dihadapi dengan kesabaran dan menyerahkan semua permasalahan kepada Allah, supaya Dia menghilangkan kesedihan tersebut dan menggantikannya dengan kegembiraan.
Allah berfirman mengisahkan tentang Nabi Ya’qub:
Dan Ya`qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata: “Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa.” Ya`qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya.” (QS.Yusuf: 84-86)
Allah juga berfirman mengisahkan tentang Maryam:
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.(QS.Maryam: 22-25)
Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-orang yang sabar dan istiqamah dalam menjalankan syari’at-Nya, amin. Wallaahu A’lam.

(Sumber: Buletin Al Wala’ wa Bara’, Edisi ke-4 Tahun ke-3/17 Desember 2004 M/05 Dzul Qo’dah 1425 H. Judul asli ‘Janganlah Bersedih Wahai Saudaraku’ Diterbitkan Yayasan Forum Dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah Bandung) http://www.ahlussunnah-jakarta.com/buletin_detil.php?id=40

Seharusnya Kita Selalu Menangis

18.58 Posted by Unknown No comments

Oleh: Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Pernahkah Anda menangis -dalam keadaan sendirian- karena takut siksa Allâh Ta’ala? Ketahuilah, sesungguhnya hal itu merupakan jaminan selamat dari neraka. Menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala akan mendorong seorang hamba untuk selalu istiqâmah di jalan-Nya, sehingga akan menjadi perisai dari api neraka. Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
hadist
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis
karena takut kepada Allâh sampai air susu kembali ke dalam teteknya.
Dan debu di jalan Allâh tidak akan berkumpul dengan asap neraka Jahannam”.
[1]

MENGAPA HARUS MENANGIS?

Seorang Mukmin yang mengetahui keagungan Allâh Ta’ala dan hak-Nya, setiap dia melihat dirinya banyak melalaikan kewajiban dan menerjang larangan, akan khawatir dosa-dosa itu akan menyebabkan siksa Allâh Ta’ala kepadanya.

Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
hadist
"Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya
seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung,
dia khawatir gunung itu akan menimpanya.
Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya
seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya,
dia mengusirnya dengan tangannya –begini–, maka lalat itu terbang”.
(HR. at-Tirmidzi, no. 2497 dan dishahîhkan oleh al-Albâni rahimahullâh)

Ibnu Abi Jamrah rahimahullâh berkata,
“Sebabnya adalah, karena hati seorang Mukmin itu diberi cahaya. Apabila dia melihat pada dirinya ada sesuatu yang menyelisihi hatinya yang diberi cahaya, maka hal itu menjadi berat baginya. Hikmah perumpamaan dengan gunung yaitu apabila musibah yang menimpa manusia itu selain runtuhnya gunung, maka masih ada kemungkinan mereka selamat dari musibah-musibah itu. Lain halnya dengan gunung, jika gunung runtuh dan menimpa seseorang, umumnya dia tidak akan selamat. Kesimpulannya bahwa rasa takut seorang Mukmin (kepada siksa Allâh Ta’ala -pen) itu mendominasinya, karena kekuatan imannya menyebabkan dia tidak merasa aman dari hukuman itu. Inilah keadaan seorang Mukmin, dia selalu takut (kepada siksa Allâh-pen) dan bermurâqabah (mengawasi Allâh). Dia menganggap kecil amal shalihnya dan khawatir terhadap amal buruknya yang kecil”.
(Tuhfatul Ahwadzi, no. 2497)

Apalagi jika dia memperhatikan berbagai bencana dan musibah yang telah Allâh Ta’ala timpakan kepada orang-orang kafir di dunia ini, baik dahulu maupun sekarang. Hal itu membuatnya tidak merasa aman dari siksa Allâh Ta’ala.

Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
Dan begitulah adzab Rabbmu apabila Dia mengadzab
penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim.
Sesungguhnya adzab-Nya sangat pedih lagi keras.
Sesungguhnya pada peristiwa itu benar-benar terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang takut kepada adzab akhirat.
Hari Kiamat itu adalah suatu hari
dimana manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)-Nya,
dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).
Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu.
Saat hari itu tiba, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya;
maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia.
Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka,
di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih)
”.
(Qs Hûd/11:102-106)

Ketika dia merenungkan berbagai kejadian yang mengerikan pada hari Kiamat, berbagai kesusahan dan beban yang menanti manusia di akhirat, semua itu pasti akan menggiringnya untuk takut kepada Allâh Ta’ala al-Khâliq.

Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu.
Sesungguhnya kegoncangan hari Kiamat itu
adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
(Ingatlah), pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu,
semua wanita yang menyusui anaknya lalai terhadap anak yang disusuinya,
dan semua wanita yang hamil gugur kandungan.
Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk,
padahal sebenarnya mereka tidak mabuk.
Akan tetapi adzab Allâh itu sangat keras
”.
(Qs al-Hajj/22:1-2)

Demikianlah sifat orang-orang yang beriman. Di dunia, mereka takut terhadap siksa Rabb mereka, kemudian berusaha menjaga diri dari siksa-Nya dengan takwa, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka, Allâh Ta’ala memberikan balasan sesuai dengan jenis amal mereka. Dia memberikan keamanan di hari Kiamat dengan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya.

Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
Dan sebagian mereka (penghuni surga-pent) menghadap
kepada sebagian yang lain; mereka saling bertanya.
Mereka mengatakan:
“Sesungguhnya kami dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga,
kami merasa takut (akan diadzab)”.
Kemudian Allâh memberikan karunia kepada kami
dan memelihara kami dari azab neraka.
Sesungguhnya kami dahulu beribadah kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang
”.
(Qs ath-Thûr/52:25-28)

ILMU ADALAH SEBAB TANGISAN KARENA ALLÂH TA'ALA

Semakin bertambah ilmu agama seseorang, semakin tambah pula takutnya terhadap keagungan Allâh Ta’ala.
Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak,
ada yang bermacam-macam warna (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allâh di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah Ulama.
Sesungguhnya Allâh Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
”.
(Qs Fâthir/35:28)

Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
hadist
Surga dan neraka ditampakkan kepadaku,
maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini.
Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui,
kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis
”.
Anas bin Mâlik radhiyallâhu'anhu –perawi hadits ini- mengatakan,
Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu.
Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan
”.
(HR. Muslim, no. 2359)

Imam Nawawi rahimahullâh berkata,
“Makna hadits ini, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan sama sekali melebihi apa yang telah aku lihat di dalam surga pada hari ini. Aku juga tidak pernah melihat keburukan melebihi apa yang telah aku lihat di dalam neraka pada hari ini. Seandainya kamu melihat apa yang telah aku lihat dan mengetahui apa yang telah aku ketahui, semua yang aku lihat hari ini dan sebelumnya, sungguh kamu pasti sangat takut, menjadi sedikit tertawa dan banyak menangis”.
(Syarh Muslim, no. 2359)

Hadits ini menunjukkan anjuran menangis karena takut terhadap siksa Allâh Ta’ala dan tidak memperbanyak tertawa, karena banyak tertawa menunjukkan kelalaian dan kerasnya hati.

Lihatlah para Sahabat Nabi radhiyallâhu'anhum, begitu mudahnya mereka tersentuh oleh nasehat! Tidak sebagaimana kebanyakan orang di zaman ini. Memang, mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya, paling banyak pemahaman agamanya, paling cepat menyambut ajaran agama. Mereka adalah Salafus Shâlih yang mulia, maka selayaknya kita meneladani mereka.
(Lihat Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihin 1/475; no. 41)

Seandainya kita mengetahui bahwa tetesan air mata karena takut kepada Allâh Ta’ala merupakan tetesan yang paling dicintai oleh Allâh Ta’ala, tentulah kita akan menangis karena-Nya atau berusaha menangis sebisanya. Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menjelaskan keutamaan tetesan air mata ini dengan sabda Beliau:
hadist
Tidak ada sesuatu yang yang lebih dicintai oleh Allâh
daripada dua tetesan dan dua bekas.
Tetesan yang berupa air mata karena takut kepada Allâh
dan tetesan darah yang ditumpahkan di jalan Allâh.
Adapun dua bekas, yaitu bekas di jalan Allâh
dan bekas di dalam (melaksanakan) suatu kewajiban
dari kewajiban-kewajiban-Nya
”.

Namun yang perlu kita perhatikan juga bahwa menangis tersebut adalah benar-benar karena Allâh Ta’ala, bukan karena manusia, seperti dilakukan di hadapan jama’ah atau bahkan dishooting TV dan disiarkan secara nasional. Oleh karena itu Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menjanjikan kebaikan besar bagi seseorang yang menangis dalam keadaan sendirian. Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
hadist
Tujuh (orang) yang akan diberi naungan oleh Allâh
pada naungan-Nya di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. ......
(di antaranya): Seorang laki-laki yang menyebut Allâh
di tempat yang sepi sehingga kedua matanya meneteskan air mata
”.
(HR. al-Bukhâri, no. 660; Muslim, no. 1031)

Hari Kiamat adalah hari pengadilan yang agung. Hari ketika setiap hamba akan mempertanggung-jawabkan segala amal perbuatannya. Hari saat isi hati manusia akan dibongkar, segala rahasia akan ditampakkan di hadapan Allâh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Perkasa. Maka kemana orang akan berlari? Alangkah bahagianya orang-orang yang akan mendapatkan naungan Allâh Ta’ala pada hari itu. Dan salah satu jalan keselamatan itu adalah menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala.

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullâh berkata,
Wahai saudaraku, jika engkau menyebut Allâh Ta’ala, sebutlah Rabb-mu dengan hati yang kosong dari memikirkan yang lain. Jangan pikirkan sesuatu pun selain-Nya. Jika engkau memikirkan sesuatu selain-Nya, engkau tidak akan bisa menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala atau karena rindu kepada-Nya. Karena, seseorang tidak mungkin menangis sedangkan hatinya tersibukkan dengan sesuatu yang lain. Bagaimana engkau akan menangis karena rindu kepada Allâh Ta’ala dan karena takut kepada-Nya jika hatimu tersibukkan dengan selain-Nya?".

Oleh karena itu, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

Seorang laki-laki yang menyebut Allâh di tempat yang sepi”,
yaitu hatinya kosong dari selain Allâh Ta’ala,
badannya juga kosong (dari orang lain),
dan tidak ada seorangpun di dekatnya
yang menyebabkan tangisannya menjadi riyâ’ dan sum’ah.
Namun, dia melakukan dengan ikhlas dan konsentrasi
”.
(Syarh Riyâdhus Shâlihîn 2/342, no. 449)

Setelah kita mengetahui hal ini, maka alangkah pantasnya kita mulai menangis karena takut kepada Allâh Ta’ala.
Wallâhul Musta’ân.
[1]
HR. at-Tirmidzi, no. 1633, 2311; an-Nasâ‘i 6/12; Ahmad 2/505; al-Hâkim 4/260; al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 14/264.
Syaikh Salîm al-Hilâli hafizhahullâh mengatakan, “Shahîh lighairihi”. Lihat penjelasannya dalam kitab Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihîn 1/517; no. 448)

(Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII)

Sumber :  http://majalahassunnah.com