A.Tanda-Tanda Hati yang Sehat
Hati yang sehat memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui dengannya, diantaranya adalah : [1]
1.Hati yang sehat selalu mengutamakan hal-hal yang bermanfaat
Imam Ibnul Qoyyim rahimahulloh mengatakan , hati yang sehat yaitu ia lebih mengutamakan yang bermanfaat daripada yang berbahaya [2]
Maka, tanda-tanda hati yang sehat adalah selalu mengutamakan yang bermanfaat seperti beriman kepada Alloh, menuntut ilmu syar’I, membaca dan mentadaburi Al-Qur’an, membaca buku-buku yang bermanfaat, dan sebagainya.
Tentang hati yang sakit, Imam Ibnul Qayyim rahimahulloh mengatakan,’Dan hati yang sakit, yaitu ia mengutamakan kebalikannya.’[3]
Hati yang sakit yaitu hati yang lebih mengutamakan hal-hal yang membahayakan dirinya, seperti mencari yang haram, hal-hal yang syubhat, dan yang lainnya. Hati yang sakit tidak mementingkan menjaga yang menambah iman kepada Alloh dan tidak kembali kepada petunjukNya. Seperti halnya pecandu khamr (minuman keras), orang-orag yang merokok, pecandu narkoba, orang yang berzina dan semacamnya.
2. Mengutamakan Akhirat daripada dunia
Imam Ibnul Qayyim rahimahulloh mengatakan,
’Dan termasuk dari tanda-tanda hati yang sehat adalah berpindah dari dunia ini hingga singgah di akhirat dan diam di dalamnya.’[4]
Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam bersabda :
”Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir, dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi oenghuni kubur (pasti akan mati).”
Dan Ibnu Umar mengatakan,
”Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.”[5]
Orang yang hatinya sehat akan mengutamakan akhirat daripada kehidupan dunia yang fana, tujuannya adalah akhirat, dan ia menjadikan dunia ini sebagai tempat berlalu dan mencari bekal untuk akhirat yang kekal. Dan orang yang hatinya sehat akan selalu mempersiapkan diri dengan melakukan ketaatan dan mengerjakan amal-amal shalih dengan ikhlas karena Alloh Ta’ala dan menjauhkan larangan-laranganNya, karena dia yakin pasti mati dan pasti menjadi penghuni kubur dan pasti kembali ke akhirat. Karena itu, dia selalu berusaha untuk menjadi penghuni surge dengan berbekal iman, takwa dan amal-amal yang shalih.
Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam juga bersabda :
“Ya Alloh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat, maka bereskanlah (urusan) kaum Anshar dan kaum Muhajirin.”[6]
Dalam riwayat lain disebutkan, “Ya alloh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat, maka ampunilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin.”[7]
Ali Bin Abi thalib radhiyallohu’anhu mengatakan,
”Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat pasti akan datang. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak, karenanya, hendaklah kalian menjadi anak-anak akhirat dan kalian jangan menjadi anak-anak dunia karena hari ini adalah hari amal tanpa hisab di dalamnya, sedang kelak adalah hari hisab tanpa amal di dalamnya.”[8]
Alloh Ta’ala berfirman :
“Bahkan kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al A’laa : 16-17)
Adapun tanda dari hati yang sakit adalah mencintai kebalikannya, yaitu ia lebih mementingkan kehidupan dunia daripada akhirat yang kekal.
3.Bertaubat kepada Alloh dan menggantungkan hidupnya hanya kepadaNya
Orang yang hatinya sehat akan menyadari dan meyakini bahwa tidak ada kehidupan, kebahagiaan, kesenangan dan kenikmatan melainkan dalam beribadah hanya kepada Alloh Ta’ala, bertawakal kepadaNya, serta mengharap dan takut hanya kepadaNya. Orang yang hatinya sehat akan selalu menggantungkan hidupnya hanya kepada Alloh dan selalu bertaubat kepadaNya.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyifati orang dengan hati seperti ini dalam firmanNya,
” …Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Robb seluruh alam, tidak ada sekutu bagiNya, dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (QS. Al An’aam :162-163)
Berbeda dengan orang-orang yang hatinya sakit, mereka tidak bersegera dalam bertaubat kepada Alloh Ta’ala dan tidak menggantungkan hidupnya kepada Alloh saja.
4.Selalu ingat kepada Alloh dan tidak bosan dalam beribadah kepadaNya
Orang-orang yang hatinya sehat akan selalu ingat kepada Alloh Ta’ala. Mereka meneladani pribadi Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam. Aisyah radhiyallohu’anhu berkata,
” Adalah Nabi Shalallohu’alaihi Wassalam selalu mengingat Alloh dalam setiap keadaannya.”[9]
Orang yang hatinya sehat akan selalu beribadah kepada Alloh Ta’ala, tidak pernah bosan dan selalu berdzikir kepada Alloh dengan dzikir yang sesuai dengan sunnah Nabi Shalallohu’alaihi Wassalam.
Adapun orang yang hatinya sakit hanya beribadah kepada Alloh Ta’ala secara musiman. Giat beribadah hanya di bulan Ramadhanm padahal Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Beribadahlah kamu kepada Robbmu sampai datang al-yaqin (yaitu kematian).” (QS Al Hijr : 99)
Orang yang hatinya sehat akan selalu beribadah kepada Alloh Ta’ala secara kontinyu dan terus menerus meskipun sedikit. Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam bersabda , “Amalan yang paling dicintai Alloh adalah yang kontinyu meskipun sedikit.”[10]
Sebaliknya, orang yang hatinya sakit akan mengalami kebosanan dalam beribadah, malas dan futur (bosan/jenuh)
5.Bersedih apabila terluput dari wirid, lebih sedih daripada kehilangan harta
Wirid adaloah suatu amal ketaatan yang rutin dilakukan, seperti berdzikir setiap pagi dan petang, membaca Al-Qur’an, shalat malam, menuntut ilmu, dan sebagainya. Orang yang hatinya sehat akan merasa sedih apabila terluput dari wirid-wiridnya. Berbeda dengan orang yang hatinya sakit, dimana antara berdzikir dengan tidak berdzikir sama saja, tidak ada perbedaan, tidak bersedih, dan tidak menyesal. Bahkan orang yang hatinya sakit selalu membuang-buang waktu, tidak banyak beramal, selalu bersantai dan lalai dari dzikir kepada Alloh Ta’ala.
6.Merasa rindu untuk melakukan ibadah kepada Alloh Ta’ala dan mengharap kepada Alloh Ta’ala agar amal-amalnya diterima
Orang yang hatinya sehat akan merasa rindu untuk selalu beribadah kepada Alloh Ta’ala, tidak merasa bahwa amal ibadahnya pasti diterima oleh Alloh. Adapun orang yang hatinya sakit justru meninggalkan ibadah kepada Alloh Ta’ala serta merasa aman bahwa amal ibadahnya pasti diterima. Padahal para Shahabat radhiyallohu’anhum ketika usai bulan Ramadhan mereka saling mendo’akan dengan mengucapkan,
“Semoga Alloh menerima (amal kebaikan) kalian.”[11]
Sebab, setiap manusia tidak dapat memastikan bahwa amalnya diterima oleh Alloh Ta’ala.
7. Hilang kesedihan dan kesibukan dunia ketika mengerjakan shalat
Orang yang hatinya sehat apabila tengah mengerjakan shalat maka segala kesedihan dan kesibukannya atas dunia menjadi hilang sehingga ia khusyu’ dalam beribadah kepada Alloh Ta’ala. Dan orang yang hatinya sehat akan mendapatkan kenikmatan dan kelezatan di dalam shalatnya. Begitu banyak orang yang hatinya sakit masih sibuk memikirkan dunia meskipun ia sedang mengerjakan shalat, padahal Nabi Shalallohu’alaihi Wassalam bersabda,
“Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan penyejuk mataku terletak di dalam shalat.”[12]
Orang yang sehat hatinya akan merasa khusyu’ dalam shalatnya, sehingga ia dapat lama dalam shalat, baik bacaan dan berdirinya. Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam bersabda,
”Sebaik-baik shalat adalah yang lama qunutnya (lama berdirinya)” [13]
Imam an-Nawawi rahimahulloh mengatakan,’Yang dimaksud dengan qunut disini adalah berdiri dan para ulama telah sepakat akan hal ini.”[14]
8.Satu tujuan, yaitu karena Alloh Ta’ala
Orang yang sehat hatinya hanya memiliki satu tujuan hidup, yaitu untuk Alloh Ta’ala. Nabi Shalallohu’alaihi Wassalam bersabda ‘
“Barangsiapa yang tujuan hidupnya adalah dunia, maka Alloh akan mencerai beraiikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Alloh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”[15]
9.Sangat bakhil dengan waktunya agar tidak terlewat dengan sia-sia
Orang yang hatinya sehat akan bersikap sangat bakhil terhadap waktunya, lebih bakhil daripada orang bakhil terhadap hartanya. Orang yang hatinya sehat akan merasa sangat menghargai waktunya agar selalu digunakan untuk beribadah dan taat kepada Alloh Ta’ala.
Bakhil tehadap harta adalah terlarang dalam Islam. Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam bersabda,
”Tidak akan pernah berkumpul antara kekikiran (kebakhilan) dan iman di hati seorang mukmin.”[16]
Seorang mukmin harus bersikap dermawan, suka membantu dan banyak bersedekah. Akan tetapi dalam masalah waktu, orang yang beriman sangat tidak ingin waktunya terbuang dengan percuma.
Adapun orang yang sakit hatinya selalu membuang-buang waktunya, baik untuk mengobrol, nonton, internetan, chatting, begadang, bergaul, bermain-main, main game, playstation, sms an, jalan-jalan ke mall-mall dan hal-hal semacam itu yang dikerjakan selama berjam-jam hingga waktunya habis sia-sia. Padahal waktu itu sebagai modal seorang mukmin dalam mempersiapkan diri bertemu dengan Alloh, dan waktu akan diminta pertanggungjawabannya oleh Alloh Ta’ala. Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam bersabda,
“Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia habiskan dan tentang tubuhnya, capek dan letihnya untuk apa ia gunakan.”[17]
“Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia habiskan dan tentang tubuhnya, capek dan letihnya untuk apa ia gunakan.”[17]
Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga telah bersumpah,
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al Ashr 1-3)
Seharusnya seorang mukmin sadar bahwa msih banyak buku dan kitab yang belum sempat ia baca, masih banyak amal-amal yang belum dilakukannya, masih banyak sunnah-sunnah yang belum ia ketahui dan ia amalkan, dan masih banyak hal-hal yang bermanfaat lainnya yang ia sia-siakan. Waktu itu sangat berharga, karenanya manfaatkanlah waktu dengan sebaik-baiknya. Adapun waktu yang banyak orang tertipu dengannya adalah waktu sehat dan waktu luang.
Sebagaimana sabda Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam,
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”[18]
10.Perhatiannya tertuju untuk membersihkan amal, bahkan lebih penting daripada mengerjakan amal tersebut
Begitu banyak orang yang beramal tanpa memeriksa kembali apakah amalnya tersebut sudah ikhlas dan sudah benar. Imam sufyan ats-Tsauri rahimahulloh mengatakan, “Tidak ada sesuatu yang paling berat aku obati daripada niatku karena ia senantiasa berbolak balik pada diriku.”[19]
Karenanya, perhatian orang yang hatinya sehat akan selalu tertuju kepada membersihkan dan meluruskan niatnya. Sebab, setiap amal shalih yang dikerjakan seorang hamba tidak akan diterima sebelum niatnya bersih dan lurus. Dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk memperbaiki amal.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk :2)
Tentang ayat di atas, al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahulloh (wafat th 187H) mengatakan,
” Maksudnya supaya Alloh menguji kalian siapa di antara kalian yang paling ikhlas amalnya dan paling benar. Sesungguhnya suatu amal jika ikhlas namun tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika benar namun tidak ikhlas juga tidak diterima hingga ia ikhlas dan benar. Ikhlas yaitu dilakukan karena Alloh dan benar yaitu harussesuai dengan Sunnah.”[20]
B.Tanda –Tanda Hati yang Sakit
Hati yang sakit juga memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui dengannya, diantaranya adalah : [21]
1.Tidak mengenal Alloh, tidak mencintaiNya, tidak merindukan perjumpaan denganNya dan tidak mau kembali ke jaanNya serta lebih suka mengikuti hawa nafsu
Ia lebih suka mendahulukan kepentingan pribadi dan syahwatnya daripada taat dan cinta kepada Alloh Ta’ala. Alloh Ta’ala berfirman,”Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?” (QS. Al Furqaan : 43)
2.Tidak merasakan sakitnya hati dengan sebab luka-luka maksiat
Seperti ungkapan pepatah : “Luka tidak terasa sakit bagi orang mati.”
Karena hati yang sehat pasti merasa sakit dan tersiksa dengan perbuatan maksiat. Hal itulah yang membuatnya tergerak untuk kembali bertaubat kepada Robbnya. Alloh Ta’ala berfirman,
”Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Alloh, maka ketika itujuga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).” (QS. Al-A’raaf : 201)
Sedangkan orang yang hatinya sakit selalu mengikuti keburukan dengan keburukan juga. Tentang firman Alloh Ta’ala, “ Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthaffifiin : 14)
Al Hasan al Bashri rahimahulloh mengatakan, “Itu adalah dosa di atas dosa sehingga membuat hati menjadi buta, lalu mati.”[20] Sementara hati yang sehat selalu mengikuti keburukan dengan kebaikan dan mengikuti dosa dengan tobat.
3.Tidak merasa sakit (tidak merasa tersiksa) dengan kebodohannya (ketidaktahuannya) akan kebenaran, berbeda dengan hati yang sehat akan merasa sakit dengan datangnya syubhat (ketidakjelasan) pada dirinya.
Seorang ulama mengatakan,
”Tidak ada dosa yang lebih buruk selain kebodohan.”
Imam Sahl pernah ditanya,
”Wahai Abu Muhammad! Apa yang lebih buruk daripada kebodohan?” Ia menjawab,”Kebodohan akan kebodohan (tidak tahu bahwa dirinya bodoh).” Lalu ada yang berkomentar,”Dia benar. Karena hal itu menutup pintu ilmu secara total.”
4.Hati yang sakit meninggalkan makanan yang bermanfaat dan memilih racun yang berbahaya
Seperti keengganan sebagian besar orang untuk mendengarkan AlQur’an yang diceritakan oleh Alloh Ta’ala dalam firmanNya,
“Dan kami turunkan dari AlQur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zhalim (AlQur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS. Al Israa’ : 82)
Mereka memilih mendengarkan lagu-lagu yang menumbuhkan kemunafikan di dalam hati, membangkitkan birahi dan mengandung kekufuran kepada Alloh Ta’ala. Seseorang mengerjakan perbuatan maksiat karena kecintaannya pada apa yang dibenci oleh Alloh Ta’ala dan RasulNya.
Keberanian berbuat maksiat adalah buah dari penyakit yang bersarang di dalam hati dan bisa memperparah penyakit yang ada di dalam hati tersebut. Dan bila hati seseorang sehat, ia akan menyukai apa yang disukai Alloh Ta’ala dan apa yang disukai oleh Rasul Shalallohu’alaihi Wassalam.
Alloh Ta’ala berfirman,
”…Tetapi Alloh menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS Al Hujuraat : 7)
Rasululloh Shalallohu’alaihi Wassalam bersabda,” Telah merasakan kelezatan iman orang yag meridhai Alloh sebagai Robbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasulnya.”[22]
5. Hati yang sakit cinta kepada dunia, senang tinggal di dunia, tidak merasa asing di dunia, dan tidak merasa rindu kepada akhirat.
Alloh Ta’ala berfirman ,
” Bahkan kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al A’laa : 16-17)
Ia tidak pernah mengharapkan akhirat dan tidak berusaha untuk menyiapkan bekal menuju ke sana. Ia sibuk dengan dunia, dan waktunya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan untuk hal-hal yang haram
6. Mencintai perbuatan maksiat, mendapatkan kelezatan saat melakukannya, merasa tenang setelah melakukannya, serta tidak menyukai ketaatan, dzikir kepada Alloh dan amal-amal shalih
7. Membenci kebenaran dan hatinya merasa sempit dengannya serta sangat mudah menyerap syubhat dan mudah terpengaruh dengannya
8.Tidak mengetahui yang ma’ruf, tidak mengingkari kemungkaran, tidak terpengaruh dengan nasihat serta merasa takut kepada selain Alloh Ta’ala
9. Tidak menyukai tempat-tempat yang baik dan merasa sempit dengannya, tetapi ia merasa rindu dengan tempat-tempat yang buruk
10. Tidak menyukai orang-orang yang memiliki keshalihan, ilmu, keutamaan dan dakwah, tetapi ia lebih mencintai orang-orang yang melakukan keburukan (syirik, bid’ah dan maksiat)
[KITAB MANHAJ AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH DALAM TAZKIYATUN NUFUS, YAZID BIN ABDUL QADIR JAWAS, PUSTAKA AT-TAQWA]
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
FOOT NOTE :
[1] Mawaaridul Amaan (hal 135-139) dan al Bahrur Raa-iq (hal 59-65) dengan diringkas dan ditambah keterangan lainnya
[2] Mawaaridul Amaan (hal 135)
[3] Ibid
[4] Mawaaridul Amaan (136)
[5] Shahih : HR Al-Bukhari (6416), Ahmad (II/24,41), At Tirmidzi (2333), dan lainnya
[6]Shahih : Bukhari (6413)
[7] Shahih : Bukhari ( 6414)
[8] Shahih Bukhari, kitab ar Riqaaq bab : fil amali wa Thuulihi, Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (II/378)
[9] Shahih : Muslim( 373), Abu Dawud (18), At Tirmidzi (384)
[10] Shahih : Muslim (783)
[11] Shahih : HR Al Baihaqi dalam as Sunanul Kubra (III/320)
[12] Shahih : HR Ahmad (III/128, 199, 285), an Nasai (VII/6)
[13] Shahih : HR Muslim (756)
[14] Syarh Shahih Muslim lil Imam an Nawawi (VI/35-36)
[15] Shahih : HR Ahmad (V/1830, Ibnu Majah (4105) dari Shahabat Zaid bin tsabit radhiyallohu’anhu. Dishahihkan oleh syaikh al Albani dalam Silsilah al Ahaadiits ash Shahiihah (950)
[16] Shahih lighairihi : HR Ahmad (II/342), an Nasai (IV/13)
[17] Shahih : HR at Tirmidzi (2417)
[18] Shahih : Bukhari (6412), At Tirmidzi (2304) dan lainnya dr Shahabat Ibnu Abbas radhiyallohu’anhuma
[19] Hilyatul Auliyaa (VII/5, no 9310)
[20] Lihat Majmuu fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (I/333)
[21] Diringkas dari Mawaaridul Amaan, al Bahrul Taa-iq dan al Quluub wa Aafaatuhaa
[22] Tafsir Ibnu Katsir (VIII/351)
[23] Shahih : HR Muslim (34)
0 komentar:
Posting Komentar