Benarkah Manusia Pernah Ke Bulan?
“Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon)”
[ArRahman (55) : 33]
“Dan bagi kamu di bumi ini ada “MUSTAQAR” (tempat menetap yang telah di tetapkan) dan kesenangan hidup sampai waktu yang telah di tentukan”.
(QS Al Baqarah:36 & Al A`raaf:24)
“Dan bagi kamu di bumi ini ada “MUSTAQAR” (tempat menetap yang telah di tetapkan) dan kesenangan hidup sampai waktu yang telah di tentukan”.
(QS Al Baqarah:36 & Al A`raaf:24)
Terlepas dari sudah pernah ataukah belum manusia menginjakkan kakinya ke bulan, ada penjelasan menarik sekali dari Syaikh Al Utsaimin -rahimahullahu ta’aala- ketika beliau memberikan penjelasan tafsir surat Shaad ayat 9 dan 10 :
أَمْ عِندَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّكَ الْعَزِيزِ الْوَهَّابِ. أَمْ لَهُم مُّلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَلْيَرْتَقُوا فِي الْأَسْبَابِ
“Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemberi? Atau apakah bagi mereka kerajaan langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya? (Jika ada), maka hendaklah mereka menaiki tangga-tangga (ke langit). “
Beliau Syaikh Al Utsaimin -rahimahullah- berkata :
Sebagian ulama ada yang menarik faedah dari ayat ini, yaitu ketidakmungkinan (seseorang) sampai ke bulan, karena Allah berfirman:
(فَلْيَرْتَقُوا فِي الأسْبَابِ)
(maka hendaklah mereka menaiki tangga-tangga (ke langit))
dan firman-Nya selanjutnya:
(جُنْدٌ مَا هُنَالِكَ مَهْزُومٌ مِنَ الأحْزَابِ )
(Suatu tentara yang besar yang berada di sana dari golongan- golongan yang berserikat, pasti akan dikalahkan),
dan telah dimaklumi bahwa bulan ada di langit**** (penjelasan tentang definisi langit ada setelah perkataan beliau -rahimahullah- di bawah tulisan ini), bila orang-orang yang dituntut untuk menaiki tangga-tangga ke langit adalah para tentara yang terhina lagi terkalahkan (di ayat selanjutnya; ayat 11), maka tidaklah mungkin mereka dapat sampai ke bulan. Pertanyaannya, bisakah dari ayat ini diambil kesimpulan bahwa manusia tidak dapat sampai ke bulan? Dari zahir ayat ini justru bisa kita mungkinkan sebagai dalil bahwa manusia bisa sampai ke bulan, maknanya ayat ini menunjukkan kemungkinan sampainya manusia ke bulan.
Dan ini tentunya bertolak belakang dengan pengambilan dalil sebagian orang, yang sebenarnya tidak tepat ayat ini dipakai sebagai dalil untuk menyatakan ketidakmungkinan manusia sampai ke bulan, karena bulan di langit, yang maknanya di atas, bukan maksudnya di langit yang menjadi atap yang kokoh terjaga. Dan ini adalah masalah yang diketahui kepastiannya dan tidak diperselisihkan.
Jika mendung bisa diungkapkan ia berada di langit, ia bisa disebut di langit, sebagaimana firman Allah:
(أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا )
(Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya) (ar-Ra’du: 17),
Hal itu dikuatkan dengan realita dimana orang-orang sekarang bisa naik di atas langit yaitu di atas awan. Sebagian besar orang biasa naik pesawat di atas awan, awan berada di bawah pesawat, demikian pula bulan di langit,
Allah berfirman,
تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا
“Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (al-Furqan: 61).
Tidak ragu lagi bahwa bulan di langit, namun pertanyaannya, apakah langit yang dimaksud disini adalah langit yang menjadi atap kokoh terjaga (bagi bumi) yang tidak mampu ditembus malaikat-malaikat yang mulia dan manusia pilihan (para rasul) kecuali apabila diizinkan? jawaban pastinya, bukan, tetapi bulan sangat jauh sekali dibawahnya.
Karena itu kita katakan: bahwa dalam ayat di atas tidak terdapat dalil untuk memustahilkan manusia sampai ke bulan, lagi pun juga bukan dalil untuk memungkinkan manusia sampai ke bulan, dan mengabaikan masalah ini dari realita.
Bila memang benar manusia sampai ke bulan, maka syari’at pun tidak pernah mengingkari, sebaliknya, bila dikatakan bahwa manusia tidak sampai ke bulan maka syari’at pun tidak akan menetapkannya. Misalnya berita menyebutkan: Kami sampai ke bulan, dan memang benar demikian, maka kita katakan: alhamdulillah, masalah ini tidak bertolakbelakang dengan syari’at kami, tidak itu dengan kitabullah ataupun sunnah rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimaklumi lagi bahwa bulan di bawah bintang-bintang. Mengenai bintang ini Allah menerangkan:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang.” (al-Mulk: 5).
Tetapi bulan letaknya di bawah bintang, kami dan selain kami pun menyaksikan adakalanya pandangan kita terhadap bintang terhalangi oleh bulan.
Kami dengan mata kepala pernah menyaksikan peredaran bulan dengan bintang (dibelakangnya) yang biasa disebut bintang subuh, dan telah dimaklumi bulan bergeser lebih lambat daripada bintang. Pada saat bintang tadi melewati bulan ternyata (sejenak) hilang dari pandangan. Jadi kejadiannya seperti awan yang menghalangi penglihatan kita dari melihat bulan.
Ada seseorang yang aku percayai bercerita padaku: sesungguhnya kejadian serupa kadang-kadang terjadi dan kami biasa melihatnya. Singkat kata, bulan letaknya bukan di langit yang merupakan atap kokoh (bagi bumi) yang terjaga, bila memang benar ada yang sampai ke bulan, maka hal itu bukan hal yang aneh. Dan tentunya ayat ini bukan dalil untuk meniadakan sampainya (manusia) ke bulan.
—-sekian perkataan beliau—-
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
tambahan :
Definisi langit atau السماء dalam AlQuran memiliki dua makna, yaitu
(1) . Langit yang berarti segala sesuatu yang berada di atas bumi; maka awan, bulan, bintang matahari termasuk bagian dari as samaa’ . Misalnya pada firman Allah Ta’ala : “dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit (As Samaa)” Qs. 2 : 22; As Samaa’ di ayat ini berarti mendung, karena lafadz As Samaa’ adalah bentuk masdar dari سَمَا يَسْمُوْ yang artinya tinggi. Maka as- Sama’ dapat berarti semua yang lebih tinggi. (Tafsir Ibnu Katsi 1/176; dinukil dari buku Matahari mengelilingi Bumi -Ahmad Sabiq)
Berkata Imam Fairuz Abadi rahimahulloh ” سَمَا سُمُوًا artinya adalah tinggi, dan as sama’ adalah sesuatu yang sudah diketahui bersama bisa di mudzakarkan dan juga bisa di muannatskan, juga bbisa berarti atap dari segala sesuatu”
Berkata Syaikh Ibn baaz -rahimahulloh- : Dalil mengenai masalah ini dari firman Allah dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam serta ucapan para ulama tafsir dan ahli bahasa yang menggunakan lafadz as samaa’ untuk sesuatu yang tinggi, sangat banya” (al-adillah an-Naqliyyah hal 10.; dinukil dari buku Matahari Mengelilingi Bumi – Ahmad Sabiq)
(2) . Langit dalam arti makhluq yang mempunyai fisik tertentu yang diciptakan oleh Allah ta’ala tujuh lapis,mempunyai pintu serta tidak bisa ditembus kecuali oleh yang dikehendaki Allah. Diantara yang menunjukkan atas ini semua ialah :
Firman Allah ta’ala :
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis” Qs 67 : 3 dan ayat ayat yang senada dengan ini amatlah banyak. Sedangkan dalil dari Hadits Rasululloh shalallahu ‘alayhi wasallam adalah sebuah hadits panjang ketika isra’ mi;raj :
“Kemudian Jibril membawa naik Rasulullah ke langit dunia, lalu Jibril mengetuk salah satu pintunya …Yang saya ingat bahwa Nabi Idris di langit kedua, Harun di langit keempat, seorang Nabi yang saya tidak hafal namanya di langit kelima, Ibrahim di langit keenam dan Musa di langit ketujuh. Maka Nabi Musa berkata, ‘Ya Allah, saya tidak menyangka kalau ada yang melebihi tempatku’. Kemudian Rasulullah naik hingga tiba di Sidratul Muntaha dan Allah mendekat sehingga Rasulullah dengan Allah sedekat anak panah atau malah lebih dekat lagi” (HR. al Bukhari no. 3570 dan 7517, Muslim no. 162-164 dan lainnya)
-dinukil dari buku ‘Matahari Mengelilingi Bumi-
arsip:al'quran dan sain, irilaslogo.wordpress
أَمْ عِندَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّكَ الْعَزِيزِ الْوَهَّابِ. أَمْ لَهُم مُّلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَلْيَرْتَقُوا فِي الْأَسْبَابِ
“Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemberi? Atau apakah bagi mereka kerajaan langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya? (Jika ada), maka hendaklah mereka menaiki tangga-tangga (ke langit). “
Beliau Syaikh Al Utsaimin -rahimahullah- berkata :
Sebagian ulama ada yang menarik faedah dari ayat ini, yaitu ketidakmungkinan (seseorang) sampai ke bulan, karena Allah berfirman:
(فَلْيَرْتَقُوا فِي الأسْبَابِ)
(maka hendaklah mereka menaiki tangga-tangga (ke langit))
dan firman-Nya selanjutnya:
(جُنْدٌ مَا هُنَالِكَ مَهْزُومٌ مِنَ الأحْزَابِ )
(Suatu tentara yang besar yang berada di sana dari golongan- golongan yang berserikat, pasti akan dikalahkan),
dan telah dimaklumi bahwa bulan ada di langit**** (penjelasan tentang definisi langit ada setelah perkataan beliau -rahimahullah- di bawah tulisan ini), bila orang-orang yang dituntut untuk menaiki tangga-tangga ke langit adalah para tentara yang terhina lagi terkalahkan (di ayat selanjutnya; ayat 11), maka tidaklah mungkin mereka dapat sampai ke bulan. Pertanyaannya, bisakah dari ayat ini diambil kesimpulan bahwa manusia tidak dapat sampai ke bulan? Dari zahir ayat ini justru bisa kita mungkinkan sebagai dalil bahwa manusia bisa sampai ke bulan, maknanya ayat ini menunjukkan kemungkinan sampainya manusia ke bulan.
Dan ini tentunya bertolak belakang dengan pengambilan dalil sebagian orang, yang sebenarnya tidak tepat ayat ini dipakai sebagai dalil untuk menyatakan ketidakmungkinan manusia sampai ke bulan, karena bulan di langit, yang maknanya di atas, bukan maksudnya di langit yang menjadi atap yang kokoh terjaga. Dan ini adalah masalah yang diketahui kepastiannya dan tidak diperselisihkan.
Jika mendung bisa diungkapkan ia berada di langit, ia bisa disebut di langit, sebagaimana firman Allah:
(أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا )
(Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya) (ar-Ra’du: 17),
Hal itu dikuatkan dengan realita dimana orang-orang sekarang bisa naik di atas langit yaitu di atas awan. Sebagian besar orang biasa naik pesawat di atas awan, awan berada di bawah pesawat, demikian pula bulan di langit,
Allah berfirman,
تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا
“Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (al-Furqan: 61).
Tidak ragu lagi bahwa bulan di langit, namun pertanyaannya, apakah langit yang dimaksud disini adalah langit yang menjadi atap kokoh terjaga (bagi bumi) yang tidak mampu ditembus malaikat-malaikat yang mulia dan manusia pilihan (para rasul) kecuali apabila diizinkan? jawaban pastinya, bukan, tetapi bulan sangat jauh sekali dibawahnya.
Karena itu kita katakan: bahwa dalam ayat di atas tidak terdapat dalil untuk memustahilkan manusia sampai ke bulan, lagi pun juga bukan dalil untuk memungkinkan manusia sampai ke bulan, dan mengabaikan masalah ini dari realita.
Bila memang benar manusia sampai ke bulan, maka syari’at pun tidak pernah mengingkari, sebaliknya, bila dikatakan bahwa manusia tidak sampai ke bulan maka syari’at pun tidak akan menetapkannya. Misalnya berita menyebutkan: Kami sampai ke bulan, dan memang benar demikian, maka kita katakan: alhamdulillah, masalah ini tidak bertolakbelakang dengan syari’at kami, tidak itu dengan kitabullah ataupun sunnah rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimaklumi lagi bahwa bulan di bawah bintang-bintang. Mengenai bintang ini Allah menerangkan:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang.” (al-Mulk: 5).
Tetapi bulan letaknya di bawah bintang, kami dan selain kami pun menyaksikan adakalanya pandangan kita terhadap bintang terhalangi oleh bulan.
Kami dengan mata kepala pernah menyaksikan peredaran bulan dengan bintang (dibelakangnya) yang biasa disebut bintang subuh, dan telah dimaklumi bulan bergeser lebih lambat daripada bintang. Pada saat bintang tadi melewati bulan ternyata (sejenak) hilang dari pandangan. Jadi kejadiannya seperti awan yang menghalangi penglihatan kita dari melihat bulan.
Ada seseorang yang aku percayai bercerita padaku: sesungguhnya kejadian serupa kadang-kadang terjadi dan kami biasa melihatnya. Singkat kata, bulan letaknya bukan di langit yang merupakan atap kokoh (bagi bumi) yang terjaga, bila memang benar ada yang sampai ke bulan, maka hal itu bukan hal yang aneh. Dan tentunya ayat ini bukan dalil untuk meniadakan sampainya (manusia) ke bulan.
—-sekian perkataan beliau—-
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
tambahan :
Definisi langit atau السماء dalam AlQuran memiliki dua makna, yaitu
(1) . Langit yang berarti segala sesuatu yang berada di atas bumi; maka awan, bulan, bintang matahari termasuk bagian dari as samaa’ . Misalnya pada firman Allah Ta’ala : “dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit (As Samaa)” Qs. 2 : 22; As Samaa’ di ayat ini berarti mendung, karena lafadz As Samaa’ adalah bentuk masdar dari سَمَا يَسْمُوْ yang artinya tinggi. Maka as- Sama’ dapat berarti semua yang lebih tinggi. (Tafsir Ibnu Katsi 1/176; dinukil dari buku Matahari mengelilingi Bumi -Ahmad Sabiq)
Berkata Imam Fairuz Abadi rahimahulloh ” سَمَا سُمُوًا artinya adalah tinggi, dan as sama’ adalah sesuatu yang sudah diketahui bersama bisa di mudzakarkan dan juga bisa di muannatskan, juga bbisa berarti atap dari segala sesuatu”
Berkata Syaikh Ibn baaz -rahimahulloh- : Dalil mengenai masalah ini dari firman Allah dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam serta ucapan para ulama tafsir dan ahli bahasa yang menggunakan lafadz as samaa’ untuk sesuatu yang tinggi, sangat banya” (al-adillah an-Naqliyyah hal 10.; dinukil dari buku Matahari Mengelilingi Bumi – Ahmad Sabiq)
(2) . Langit dalam arti makhluq yang mempunyai fisik tertentu yang diciptakan oleh Allah ta’ala tujuh lapis,mempunyai pintu serta tidak bisa ditembus kecuali oleh yang dikehendaki Allah. Diantara yang menunjukkan atas ini semua ialah :
Firman Allah ta’ala :
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis” Qs 67 : 3 dan ayat ayat yang senada dengan ini amatlah banyak. Sedangkan dalil dari Hadits Rasululloh shalallahu ‘alayhi wasallam adalah sebuah hadits panjang ketika isra’ mi;raj :
“Kemudian Jibril membawa naik Rasulullah ke langit dunia, lalu Jibril mengetuk salah satu pintunya …Yang saya ingat bahwa Nabi Idris di langit kedua, Harun di langit keempat, seorang Nabi yang saya tidak hafal namanya di langit kelima, Ibrahim di langit keenam dan Musa di langit ketujuh. Maka Nabi Musa berkata, ‘Ya Allah, saya tidak menyangka kalau ada yang melebihi tempatku’. Kemudian Rasulullah naik hingga tiba di Sidratul Muntaha dan Allah mendekat sehingga Rasulullah dengan Allah sedekat anak panah atau malah lebih dekat lagi” (HR. al Bukhari no. 3570 dan 7517, Muslim no. 162-164 dan lainnya)
-dinukil dari buku ‘Matahari Mengelilingi Bumi-
arsip:al'quran dan sain, irilaslogo.wordpress
0 komentar:
Posting Komentar