Ilmu Tajwid tidak bisa dilepaskan keberadaannya dari ilmu Qiraat. Keberagaman cara membaca lafazh-lafazh Al Qur’an merupakan dasar bagi kaidah-kaidah dalam Ilmu Tajwid. Ilmu qiraat adalah ilmu yang membahas bermacam-macam bacaan (qiraat) yang diterima dari Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam dan menjelaskan sanad serta penerimaannya dari Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam. Dalam ilmu ini, diungkapkan qiraat yang shahih serta tidak shahih seraya menisbatkan setiap wajah bacaannya kepada seorang imam qiraat.[1]
Asal mula terjadinya perbedaan ini adalah karena bangsa Arab dahulu memiliki berbagai dialek bahasa (lahjah) yang berbeda antara satu kabilah dengan kabilah lainnya. Dan al qur’an yang diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta’aalaa kepada Rasulnya Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam menjadi semakin sempurna kemu’jizatannya karena ia mampu menampung berbagai macam dialek tersebut sehingga tiap kabilah dapat membaca, menghafal, dan memahami wahyu Allah.[2]
Qiraat yang bermacam-macam ini telah mantap pada masa Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam dan beliau mengajarkannya kepada para shahabat radliallaahu ‘anhum sebagaimana beliau menerimanya dari Jibril ‘Alayhissalaam. Kemudian pada masa shahabat muncul para ahli qiraat Al qur’an yang menjadi panutan masyarakat. Yang termahsyur diantara mereka antara lain Ubay bin Ka’b, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit dan Abu Musa Al Asy’ari radliallaahu ‘anhum. Mereka lah yang menjadi sumber bacaan bagi sebagian besar shahabat dan tabi’in.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, perbedaan qiraat ini menghadapi masalah yang serius karena munculnya banyak versi bacaan yang semuanya mengaku bersumber dari Nabi Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam. Untuk itu dilakukanlah penelitian dan pengujian oleh para pakar qira’at dengan menggunakan kaidah dan kriteria dari segi sanad, rasm ‘utsmani, dan tata bahasa arab.
Setelah melalui upaya yang keras serta penelitian dan pengujian yang mendalam terhadap berbagai qira’at Al qur’an yang banyak beredar tersebut, ternyata yang memenuhi syarat mutawatir[3], menurut kesepakatan para ulama ada tujuh qiraat. Tujuh qira’at ini selanjutnya dikenal dengan sebutan qira’ah sab’ah (bacaan yang tujuh)
Qiraat sab’ah ini masing masih dibawa dan dipopulerkan oleh seorang imam qira’at, sehingga seluruhnya berjumlah tujuh orang imam qiraat. Sebagai penghargaan dan agar mudah diingat, nama-nama mereka selanjutnya diabadikan pada qiraahnya masing-masing (contohnya : Qiraat ‘ashim, Qira’at Nafi’dan seterusnya). Patut dipahami, hal ini bukan berarti bahwa merekalah yang menciptajan qiraat sendiri, namun qiraat yang mereka anut dan gunakan tetap bersumber dari rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam yang diperolehnya secara talaqqi dari generasi-generasi sebelumya.
Berikut nama Imam qiraat sab’ah dan para perawi yang mahsyur meriwayatkan qiraat darinya[4] :
- ‘Abdullah bin Amir Al Yahsabi (Imam Ibnu ‘Amir)
Beliau mengambil qiraat dari ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ‘anhu dan ‘Utsman mengambilnya dari Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam. Para perawinya antara lain : Hisyam bin ‘Ammar Ad Dimasyqi (Hisyam) serta Abu ‘Amir “abdullah bin Ahmad Bin Basyir bin Zakwan Ad Dimasyqi (Ibnu Zakwan) - Abu Ma’bad ‘Abdullah bin Katsir Al Makki (Imam Ibnu Katsir)
Beliau mengambil qiraat dari Ubay bin Ka’b dan ‘Umar bin Khattab radliyallaahu ‘anhuma dari Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam melalui ‘Abdullah bin Sa’id Al Makhzumi. Para perawinya yang terkenal antara lain Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Abu Bazzah (Al Bazzi) serta muhammad bin ‘Abdurrahman bin Muhammad Al Makhzumi (Qunbul) - Abu Bakr ‘Ashim bin Abin Nujud Al Asadi (Imam ‘Ashim)
Beliau mengambil qiraat dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Ubay bin Ka’b, dan Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhum dari Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam melalui Abu Abdurrahman bin Hubaib As Sulami. Para perawinya yang terkenal antara lain Abu Bakr Syu’bah bin ‘Ayyasy bin Salim Al Asadi (Syu’bah) dan Abu ‘Amr Hafs bin Sulaiman bin Al Mughirah (Hafs) - Zabban bin al ‘Ala bin ‘ammar (Imam Abu Amr)
Beliau mengambil qiraat dari ‘Umar bin Khattab dan ‘Ubay bin Ka’b radliyallaahu ‘anhuma melalui Abu Ja’far Yazid bin Al Qa’qa dan Hasan Al Bashri. Hasan Al Bashri mengambil qiraat dari Haththan dan Abul ‘Aliyyah, Abul ‘Aliyyah dari Umar bin Khattab dan ‘Ubay bin Ka’b radliyallaahu ‘anhuma dari Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam. Para perawinya yang terkenal antara Abu ‘Umar Hafs bin ‘Umar (Ad Duri) dan Abu Syu’aib shalih bin Zaiyad As Susi (As Susi) - Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim Al Laitsi (Imam Nafi’)
Beliau mengambil qiraat dari banyak guru, diantaranya ‘Abdurrahman bin Hurmuz yang mengambil qirat dari ‘Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhuma yang mengambil qiraah dari Ubay bin Ka’b radliyallaahu’anhu. ‘Ubay bin Ka’b radliyallaahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam. Para perawinya yang terkenal antara lain Abu Musa ‘Isa bin Mina (Qalun) dan “utsman bin Sa’id Al Mishri (Warsy) - Hamzah bin Hubaib Az Zayat (Imam Hamzah)
Beliau mengambil qiraat dari ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu melalui Abu Muhammad bin Sulaiman bin Mahran Al ‘Amasyi yangmengambil qiraat dari Abu Muhammad Yahya Al Asdi dari Alqamah bin Qais. Alqamah bin Qais talaqqi dari Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam. Para perawinya yang terkenal antara Abu Muhammad Khalaf bin Hisayam Al Bazzaz (Khalaf) dan Abi ‘Isa Khallad bin Khalid As Sairafi (Khallad) - Abul Hasan ‘Ali bin Hamzah Al Kisa’i (Imam Al Kisa-i)
Beliau mengambil qiraat dari Imam Hamzah dan juga talaqqi kepada Muhammad bin Abu Laili dan ‘Isa bin ‘Umar. Sementara ‘Isa Bin ‘Umar mengambil qiraat dari Imam ‘Ashim. Para perawi Imam Al Kisa-i yang terkenal antara lain Al Lais bin Khalid Al Baghdadi (abu Harits) serta Abu ‘Umar Hafsh bin ‘Umar (ad Duri al Kisa-i)
Qiraat Al qur’an yang dibawa oleh ketujuh imam qiraat diatas bukanlah hasil ijtihad, melainkan perkara tauqifi yang berpegangkepada riwayat-riwayat mutawaatir[5]. Qiraat yang banyak dipelajari dan dipakai oleh kaum Muslimin di Indonesia adalah qira’at ‘Ashim riwayat Hafsh thariqah Syatibiyyah. Riwayat Hafs memiliki 2 thariqah yaitu thariqah Syatibiyah dan thariqah Thayyibatun Nasyr. Lebih lanjut tentang kaidah qira’at ‘Ashim riwayat Hafsh thariqah Syatibiyyah dan dan sedikit kaidah dari thariqah Thayyibatun Nasyr akan dibahas pada pembahasan ilmu tahsin/tajwid selanjutnya. Wallahu a’lam.
Maraji’ :
Ensiklopedi Islam
Diambil dari Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, Ustadz Acep Iim A.
Kaidah Qiraat Tujuh
Metode Asy Syafi’i, Abu Ya’la Kurnaedi Lc., dan Nizar Sa’ad Jabal Lc., M.Pd.
[1] Ensiklopedi Islam Jilid IV:142
[2] Kaidah Qiraat Tujuh : 1
[3] Kaidah Qiraat Tujuh : 5
[4] Kaidah qiraat Tujuh 6-10
[5] Kaidah Qiraat Tujuh :14
arsip : tashfiyah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar