Sebagian kalangan yang membolehkan merayakan natal atau melegitimasi ucapan selamat natal beralasan, “Kan kita juga merayakan maulid Nabi Muhammad, sah-sah saja dong jika kita merayakan maulid Nabi Isa (maksudnya: natal).”
Natal Jelas Bukan Perayaan Muslim
Perayaan atau hari besar Islam hanyalah dua, yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
كَانَ
لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ
فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ
أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ
الْأَضْحَى
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan
Mihrojan) di setiap tahun di mana mereka bersenang-senang ketika itu.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu
kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang
Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari
Idul Fithri dan Idul Adha.’” (HR. An Nasa’i no. 1557. Al Hafizh
Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Realitanya pun …
Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel. Nabi Isa ‘alaihis salam pun tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya.
Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4
M. Dan peringatan ini pun berasal dari upacara adat masyarakat
penyembah berhala. Di mana kita ketahui bahwa abad ke-1 sampai abad ke-4
M dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis
politheisme.Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama
Katolik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/ budaya pangannya, apalagi
terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun=matahari:
day=hari) yaitu kelahiran Dewa Matahari tanggal 25 Desember. [Sumber:
http://artikeljogja.tripod.com/natal/yesus4.htm]
Jika natal berasal dari ritual penyembahan berhala, apakah pantas
seorang muslim yang memiliki prinsip tauhid (mengesakan Allah dalam
ibadah) menyetujui perayaan tersebut?
Al Quran Membicarakan Kapan Isa Lahir?
Di samping itu kalau kita tengok Al Quran, hari kelahiran Isa bukan
pada musim winter (musim dingin) seperti di klaim pada bulan Desember.
Simak ayat berikut,
فَحَمَلَتْهُ
فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى
جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ
نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ
جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ
النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)
“Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma,
dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku
menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.” Maka Jibril
menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati,
sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 22-25).
Kurma adalah buah khas negeri gurun. Yang pernah tinggal di Arab
pasti tahu bahwa buah ini barulah masak atau matang ketika musim panas
saat suhu di atas 45 derajat celcius. Walau sangat panas dan menyiksa,
saat itulah yang dinantikan para petani untuk memanen kurma. Jika
demikian hari kelahiran Isa apakah pas di bulan Desember? Di bulan
Desember, malah daerah jazirah mengalami musim dingin yang sangat, bukan
panas seperti saat pohon kurma berbuah.
Dari Al Quran saja dapat dibuktikan bahwa 25 Desember bukanlah hari Natal.
Maulid Nabi Apakah Diperingati Para Sahabat?
Memperingati maulid bukanlah ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pula amalan para sahabat yang mulia, bukan pula amalan tabi’in, dan bukan pula amalan para imam yang mendapat petunjuk setelah mereka. (Lihat Rasa-il Hukmu Al Ihtifal bi Maulid An Nabawi, 1: 137-142, terbitan Darul Ifta’)
Kalau kita tilik, ternyata yang memunculkan perayaan maulid Nabi adalah dari generasi Fatimiyyun.
Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah
Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun
baru, hari ‘Asyura, maulid Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan
dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang
berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan
bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam
pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan
malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha,
perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan
malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” Lihat Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1: 490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146
Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam
(hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan
maulid yaitu: perayaan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid
‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu
‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh
Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun
362 H.
Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi
Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al
Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan
perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun).
Kalau peringatan tersebut tidak pernah diusulkan oleh Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat pun tak pernah
merayakannya, berarti Maulid Nabi adalah perkara yang baru dalam agama
ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Ibnu Taimiyah menyatakan,
وَأَمَّا
اتِّخَاذُ مَوْسِمٍ غَيْرِ الْمَوَاسِمِ الشَّرْعِيَّةِ كَبَعْضِ لَيَالِي
شَهْرِ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ الَّتِي يُقَالُ : إنَّهَا لَيْلَةُ
الْمَوْلِدِ أَوْ بَعْضِ لَيَالِيِ رَجَبٍ أَوْ ثَامِنَ عَشَرَ ذِي
الْحِجَّةِ أَوْ أَوَّلِ جُمْعَةٍ مِنْ رَجَبٍ أَوْ ثَامِنِ شَوَّالٍ
الَّذِي يُسَمِّيهِ الْجُهَّالُ عِيدَ الْأَبْرَارِ فَإِنَّهَا مِنْ
الْبِدَعِ الَّتِي لَمْ يَسْتَحِبَّهَا السَّلَفُ وَلَمْ يَفْعَلُوهَا
وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ .
“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang
disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada
sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam
Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah,
awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang
dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ‘Idul Abror
(lebaran ketupat)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh
para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka
juga tidak pernah melaksanakannya. Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam.” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 298)
Padahal kalau merayakan maulid Nabi ada tuntunannya, pasti para sahabat lebih dahulu mempeloporinya.
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”
Kapan Nabi Muhammad Lahir?
Tahun kelahiran beliau adalah pada tahun Gajah. Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad berkata,
لا خلاف أنه ولد صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بجوف مكّة ، وأن مولده كان عامَ الفيل .
“Tidak ada khilaf di antara para ulama bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir di kota Mekkah. Dan kelahirannya adalah di tahun gajah.”
Sedangkan mengenai tanggal dan bulan lahirnya Nabi kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
hal ini masih diperselisihkan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
beliau lahir tanggal 8 Rabi’ul Awwal, seperti pendapat Ibnu Hazm. Ada
pula yang mengatakan tanggal 10 Rabi’ul Awwal. Dan yang masyhur menurut
jumhur (mayoritas) ulama adalah pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Selain
itu ada yang mengatakan, beliau dilahirkan pada bulan Ramadhan, ada pula
yang mengatakan pada bulan Shafar. Sedangkan ahli hisab dan falak
meneliti bahwa hari Senin, hari lahir beliau bertepatan dengan 9 Rabi’ul
Awwal. Dan inilah yang dinilai lebih tepat.
Jika kita meneliti lebih jauh, ternyata yang pas dengan tanggal 12
Rabi’ul Awwal adalah hari kematian Nabi -shallallahu ‘alaihi wa
sallam-. Meski mengenai kapan beliau meninggal pun masih diperselisihkan
tanggalnya. Namun jumhur ulama, beliau meninggal dunia pada tanggal 12
dari bulan Rabi’ul Awwal, dan inilah yang dinilai lebih tepat.
Jika demikian, yang mau diperingati pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal
apakah kematian beliau?! Ini menunjukkan pula bahwa tanggal lahir Nabi
Muhammad belumlah jelas, lantas apa yang mau diperingati?
Lihat artikel Muslim.Or.Id: Kapan Tanggal Lahir Nabi Muhammad?
Yang Ada Hanyalah Tasyabbuh
Intinya, maulid nabi dan perayaan natal punya kesamaan atau keserupaan (baca: tasyabbuh):
1- Memperingati hari kelahiran Nabi.
2- Tanggal kelahiran yang tidak jelas.
3- Tidak ada dalil untuk memperingatinya.
Padahal kita dilarang untuk tasyabbuh, apalagi pada sesuatu yang
tidak ada dasarnya. Tanggal lahirnya saja untuk maulid Nabi saja
tidaklah jelas, kok bisa dijadikan alasan untuk mendukung natal?!
Adapun larangan tasyabbuh disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”
(HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘
1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
—
Selesai disusun menjelang Zhuhur di Darush Sholihin, 23 Safar 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar